PINDAH KE

www.patenindonesia.com

Rabu, 30 Maret 2011

Stake holders bahas isu HaKI di Bali

JAKARTA: Para stake holders membahas berbagai isu terkait dengan hak kekayaan intelektual di dalam negeri dalam satu forum diskusi yang diselengarakan di Hotel Ramada, Bali dari 28-31 Maret 2011.
Menurut Justisiari P Kusumah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), salah seorang peserta diskusi dalam forum tersebut mengatakan bahwa diskusi itu sudah berlangsung sejak 28 Maret dan berakhir pada 31 Maret 2011.
“Kegiatan ini diikuti oleh 79 peserta dari kepolisian, kehakiman, kejaksaan, Departemen Perdagangan, BPOM, praktisi, industri dan asosiasi,”katanya ketika dihubungi di Bali, hari ini.
Pertemuan tersebut, jelas Justi, yang juga salah seorang praktisi hukum, merupakan program kerja sama kerjasama ICITAP-US Department of Justice dan Timnas Penanggulangan pelanggaran hak kekayaan intelektual (PPHKI).
Kegiatan itu, jelasnya, ditujukan dan dilaksanakan untuk memperoleh input mengenai permasalahan dan jalan keluar dari berbagai isu terkait dengan hak kekayaan intelektual (HaKI) di di Indonesia.
Hasil dari diskusi tersebut, ujarnya, kemudian akan dijadikan masukan bagi pelaksanaan rapat koordinasi Timnas PPHKI yang akan dilangsungkan secara langsung antara seluruh departemen terkait mulai 31- 1 April di tempat yang sama.
Isu-isu yang dibahas dalam acara itu, katanya, antara lain berkaitan dengan masalah-masalah koordinasi antar shareholders, hukum dan perundang-undangan, kesadaran masyarakat dan partisipasi, pelaksanaan hukum, kemauan politik, korupsi, ekonomi dan
Pendanaan.
Indonesia tahun ini diusulkan oleh international Intellectual Property Alliance (IIPA) kepada United States Trade Representative (USTR) supaya tetap masuk dalam priority watch list, mengingat masih tingginya tingkat pelanggaran dan kepatuhan terhadap hak kekayaan intelektual. Indonesia tahun lalu dimasukkan oleh USTR dalam level priority watch list.
USTR akan mengumumkan daftar tersebut pada akhir bulan depan, sehingga masih ada waktu bagi pemerintah Indonesia untuk memberikan masukkan kepada Pemerintah AS soal kondisi terkini di bidang hak kekayaan intelektual.
Justi, pernah mengatakan bahwa pemerintah sudah melakukan banyak kegiatan dan perbaikan dalam bidang hak kekayaan intelektual. Akan tetapi, katanya, akrivitas tersebut belum sampai sepenuhnya ke USTR.
Dia berharap Indonesia bisa keluar dari daftar priority watch list, sehingga Indonesia tidak lagi dicap sebagai salah satu negara pelanggar berat hak cipta di dunia. (soe)

Selasa, 22 Maret 2011

Mengintip perusahaan ‘jawara’ paten di dunia

Oleh Suwantin Oemar

JAKARTA: Lima besar perusahaan swasta dari kawasan Asia masuk dalam 10 besar pemohon paten yang ditujukan melalui The World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss.
Menurut siaran pers WIPO, yang dirilis belum lama ini, dalam 10 besar pemohon paten tersebut, hanya ada satu perusahana asal Amerika Serikat, satu dari Belanda, satu dari Jerman, satu dari Swedia, sedangkan dari Jepang ada tiga perusahaan serta dua perusahaan dari China dan satu dari Korea Selatan.
Lompatan tertinggi datang dari perusahaan China yang menempatkan dua perusahaan, di bawah satu tingkat dari Jepang, yang menempatkan 3 perusahaan masuk dalam 10 besar pemohon paten terbanyak.
Peringkat perusahaan China ZTE Corporation, melonjak dari posisi 22 tahun 2009 menjadi posisi nomor dua pada tahun ini 2010. Perushaaan Jepang Panasonis Corporation tetap bertahan pada posisi pertama
Lompatan itu menunjukan bahwa perusahaan asal China itu sangat inovatif, sehingga mereka menemukan banyak teknologi baru yang siap masuk pasar. Semakin inovatif suatu perushaana, semkin banyak paten yang dihasilkannya.
Panasonic Corporation mengajukan permhonan paten 2.154, ZTE Corporation 1.863, Qualcomm Incorporated (1.677),Huawei Technologies Co. Ltd (1.528), Koninklijke Philips Electronics NV (1.435), Robert Bosch Gmbh (1.301), LG Electronics inc (1.298), Sharp Kabushiki Kaisa (1.286).
Selain itu Telefonaktiebolagnet LM Ericsson (1.149), NEC Corporation (1.106), Siemens Aktiengellschaft BASF (833), Mitsubishi Electronic Corporation (818), Nokia Corporation (632), 3M Innovative Properties Company (586),Samsung Electronics co. Ltd (578), Hewlwtt-Packard Development Company (564), Fujitsu Limited (476), Microsoft Corporation (469)
Nama Panasonic tidak asing lagi di dunia elektronika. Kehebatan perusahaan tersebut bisa dilihat dari keunggulannya dalam melakukan inovasi, sehingga menghasilkan banyak temuan baru yang dipatenkan di seluruh dunia.
Kriteria penentuan perusahaan unggulan dari kawasan Asia di bidang paten dilihat dari jumlah permohonan paten yang diajukan menggunakan sistem Patent Cooperation Treaty (PCT) ke WIPO di Jenewa.
Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelekltual (Aspeki) menyatakan tidak heran dengan inovasi dan lompatan teknologi yang dilakukan oleh perusahaan dari Asia, terutama dari China.
“China kini bekembang menjadi salah saru negara yang berhasil melakukan inovasi dan terus menrrus melakukan riset untuk menghasilkan paten baru,”ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.
Dulu, katanya, China itu juga menjiplak paten dari Barat maupun Jepang.
Akan tetapi, katanya, mereka terus melakukan inovasi terhadap paten Barat yang masuk ke China, kemudian menghasilkan paten baru. “Ini yang dinamakan creative imitation. Jepang dulu juga melakukakan hal seperti itu,”ujarnya.
Francis Gury, Direktur Jenderal WIPO dalam siaran pers itu, juga mengakui bahwa bahwa tingkat pertumbuhan permohonan paten yang cepat datang dari negara di Asia Timur.
“Hal itu mencerminkan percepatan dalam diversifikasi geografis kegiatan inovatif di dunia,”ujarnya.
Dia mengatakan bahwa peningkatan permohonan paten dari kawasan Asia Timur tersebut memiliki implikasi luas bagi kemakmuran rakyatnya.
WIPO telah merancang satu sistem pendaftaran paten secara internasional, yang dikenal dengan Patent Cooperation Treaty (PCT). PCT sudah diratifikasi oleh 142 negara anggota.
Dengan sistem tersebut, setiap negara anggota memiliki kemudahan untuk mendaftarkan paten dari negara asalnya secara internasional.
Indonesia meratifikasi PCT pada tahun 1997 melalui keputusan presiden. Hingga tahun 2009. Fasilitas PCT tersebut hanya terbatas bagi negara anggota.
PCT adalah suatu sistem global yang dirancang untuk memfasilitasi proses perolehan perlindungan paten di banyak negara.
Dengan hanya mengajukan satu permohonan perlindungan internasional paten melalui PCT, maka inventor (penemu) atau kalangan industri bisa mendapatkan perlindungan hukum atas patennya di banyak negara sesuai dengan keinginan pemohon dengan syarat negara itu harus anggota PCT.
Menuirut data WIPO, dalam 100 besar perusahaan di dunia yang mendaftarkan paten ke WIPO, tidak ada satupun yang berasal dari Indonesia.
Umumnya, daftar 100 besar pemohon paten itu didominasi perusahaan yang sudah terkenal di dunia. Mereka berasal dari AS, Eropa.
Dari kawasan Asean hanya diwakili oleh Singapurua yaitu Agency for Science technology and Research. Lembaga riset itu mengajukan 93 permohonana paten ke WIPO.
Data tersebut memang baru sebatas permohonan pendaftaran, belum tentu di-granted. Bagamianapun juga angka permohonan pendaftaran paten tersebut sudah mencerminkan kemajuan riset dan pengembangan negara-negara di dunia.
Tiga negara dari kawasan Asia yaitu Jepang menempatkan 30 perusahaan dalam daftar 100 besar perusahaaan pemohon paten di dunia, China (3 perushaan) dan Korea Selatan 4 perusahaan.
Sudarmanto berpendapat tidak heran bila tidak ada perusahaan asal Indonesia masuk daftar 100 pemohon terbanyak paten.
Meskipun demikian, dia mengakui sudah banyak perushaan swasta yang melakukan riset dan pengembangan, namun diakuinya belum banyak paten yang dihasilkan, apalagi mendaftarkannya melalui WIPO
Dia menyarankan kepada pelaku usaha supaya melakukan kolaborasi dengan lembaga riset dari perguruan tinggi maupun instansi pemerintah untuk menghasilkan paten yang bersifat komersial.
Kolaborasi swasta dan lembaga perguruan tinggi, menurut dia, sudah lumrah dilakukan di Jepang, Korsel dan dibanyak negara maju.
Pengusaha, katanya, bisa saja melakukan order kepada lembaga riset untuk melakukan satu penelitian dan pengembangan sesuai dengan kebutuhannya.
“Dananya dari pengusaha, sedangkan perisetnya dari lembaga pergruan tinggi atau lembaga riset lainnya. Bila berhasil, maka periset dapat royalty sesuai dengan hitung-hitungan bisnis yang sudah disepakati,” katanya.
Selain itu, katanya, pemerintah bisa saja melakukan order kepada lembaga peneliti untuk melakukan satu riset, kemudian hasilnya dibeli oleh pemerintah seterusnya diserahkan kepada pengusaha di dalam negeri untuk implementasinya. ‘Semua itu tentu ada hitung-hitungan bisnisnya,”
Bila mengandalkan swasta murni, menurut Sudarmanto, sulit rasanya bagi perusahaan Indonesia bisa menghasilkan banyak paten karena biaya untuk riset tersebut sangat mahal. (artikel ini diterbitkan di Bisnis Indonesia 21 Maret 2011)

Sabtu, 19 Maret 2011

AKHKI bahas isu HaKI dengan chairman WIPO Singapore

JAKARTA:Sejumlah pengurus dan anggota Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) mengadakan pertemuan dengan chairman WIPO Singapore Office, Puspendra Rai, di Singapura pada Jumat (18 Maret 2001).
Menurut Ketua AKHKI, Justisiari Perdana Kusumah, selain bertemu dengan dengan Pupendra Rai, para konsultan hak kekayaan intelektual tersebut juga mengadakan pertemuan dari Chandra Darusman, wakil Indonesia di WIPO Singapore Office.
Justi menjelaskan bahwa pertemuan dengan chairman WIPO Singapore Office, Puspendra Rai, berlangsung selama lebih dari dua jam. "Banyak isu mutakhir soal hak kekayaan intelektual dibicarakan selama pertemuan tersebut,"kata Justi dari Singapura pada Sabtu sore (19 Maret 2011).
WIPO Singapore Office adalah kantor WIPO di luar kantor pusatnya yang bemarkas di Jenewa, Swiss. Selain di Singapura, WIPO juga memiliki kantor di Jepang, Brazil dan New York. Hingga saat ini baru ada empat kantor WIPO yang berada di luar kantor pusatnya di Jenewa, Swiss.
Dia menjelaskan bahwa pertemuan dengan pejabat WIPO tersebut membahas Madrid Protokol, kemungkinan kerja sama AKHKI dengan WIPO Singapore Office dan Intellectual Property Mediation and Arbitration Centre.
Menyinggung Protkol Madrid, Justi berpendapat bahwa sebelum Indonesia meratifikasi konvensi tersebut sebaiknya perlu dilakukan lebih dahulu semacam studi untuk membahas untung ruginya Indonesia bergabung dalam Protkol Madrid.
Indonesia memang berencana untuk meratifikasi Protokol Madrid, namun hingga sekarang belum ada kepastian kapan pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi tersebut.
Soal kerjasama dengan WIPO Singapore Office, Justi, yang juga praktisi hukum yang sering menangani masalah hak kekayaan intelektual, menjelaskan bahwa AKHKI akan diberikan kesempatan untuk mengadakan pelatihan tingkat lanjutan dengan modul yang tailor made untuk anggota AKHKI.
"Pelatihan tersebut bisa saja dilakukan di Jakarta atau Singapura. AKHKI akan menindaklanjuti kerja sama tersebut dalam waktu dekat,"katanya.
Soal WIPO Mediation and Arbitration Centre, Justi mengatakan bahwa WIPO sangat mendukung dan terbuka untuk kerja sama dan mendukung inisiatif pembentukan lembaga yang sama di Indonesia.
Di Indonesia saat ini sedang dibahas pembentukan Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAN HaKI). Pembentukan lembaga itu diprakarsai oleh sejumlah tokoh dan profesional di bidang hak kekayaan intelektual.
WIPO, katanya, menawarkan dukungan ahli untuk membantu pelatihan dan prosedur penyelesaian sengketa berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. WIPO juga sangat mendukung Indonesia dalam merealisasikan pembentukan BAM HaKI.
"Perlu sosialisasi bagi pengusaha untuk memakai pasal mediasi dan atau arbitrase BAM HaKI dalam kontrak-kontrak mereka berkaitan dengan hak kekayaan intelektual.
Selain dengan WIPO Singapore Office, AKHKI juga sempat mengunjungi Intellectual Property Office Singapore (IPOS), namun dikatakan oleh Justi bahwa pertemuan tersebut tidak terlalu banyak diskusi karena pejabat teras IPOS sedang berada di Brunei Darussalam.
Meskipun demikian, katanya, para konsultan AKHKI berkesempatan melihat dan mendapat keterangan dari pejabat setempat tentang praktek di IPOS. (soe)

Jumat, 18 Maret 2011

WIPO selenggarakan program sekolah musim panas

JAKARTA: The World Intellectual Property Organization (WIPO) akan menyelenggarakan pendidikan singkat atau kursus musim panas pada tahun 2011 di beberapa kota di seluruh dunia.
Menurut situs WIPO, pendidikan tersebut diadakan untuk wilaya Asia di kota Daejeon, Korea Selatan mulai 20 Juni-1 Juli 2011. Untuk wilayah Eropa, pendidikan tersebut diselenggarakan di Jenewa, Swiss mulai 4-15 Juli 2011, sedangkan untuk wilayah Amerika, kursus singkat tersebut diselengarakan di Washington DC mulai 1-12 Agustus 2011.
Untuk pendidikan di Daejon, Korsel, WIPO membuka pendaftaran hingga 15 April 2011, sedangkan pendaftaran untuk pendidikan di Jenewa berlangsung sampai 15 April 2011, serta untuk Washington DC pendaftaran dibuka hingga 27Mei 2011.
Selain di kota tersebut, WIPO juga menyelenggarakan pendidikan serupa di beberapa kota untuk wilayah Afrika, Amerika dan di kawasan Rusia.
Menurut WIPO, program tersebut memberikan kesempatan kepada mahasiswa senior dan kalangan profesional muda di seluruh dunia untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman mereka soal hak kekayaan intelektual serta peranan dan fungsi WIPO
Menurut situs WIPO, materi pendidikan terdiri dari kuliah, studi kasus, latihan dan kelompok diskusi untuk pokok bahasan yang dipilih oleh penyelenggara.
WIPO akan memberikan sertifikat kepada setiap peserta yang berhasil menyelesaikan pendidikan dengan baik. Peserta yang berminat mengikuti program tersebut bisa melakukan pendaftaran secara online ke WIPO dengan membayar biaya yang sudah ditentukan.
WIPO diketahui telah membentuk satu lembaga WIPO Worldwide Academy pada Maret 1998. Lembaga tersebut bertanggungjawab untuk menyelenggarakan pendidikan singkat dalam rangka meningkatkan pemahaman kalangan profesional muda di bidang hak kekayaan intelektual.
Menurut WIPO, sejak diselenggaraan program pendidikan kursus musim panas tersebut, hingga kini sudah tercatat sebanyak 82.000 partisipan dari seluruh dunia.
Sejak tahun 2008, WIPO untuk pertama kalinya menyelenggarakan sekolah musim panas tersebut diluar kantor pusatnya di Jenewa, Swiss. Pada tahun 2008, program tersebut diadakan di Kroasia, Meksiko, Korea Selatan dan Thailand.(soe)

Rabu, 16 Maret 2011

10 Besar universitas unggulan di AS peroleh paten

JAKARTA: University of California, Amerika Serikat menempati urutan paling atas di antara 250 universitas di negara Paman Sam tersebut dalam hal perolehan paten.
Menurut data United States Paten and Trademark Office (USPTO), University of California selama tahun 2009 berhasil memperolah paten sebanyak 238 (paten granted), diikuti oleh Massachusette Institute of Technology (MIT) sebanyak 134 (paten), sedangkan di posisi ketiga ditempati oleh Standford University (120 paten).
Posisi keempat diduduki oleh California Institute of Technology sebanyak 96 (paten). University of Winsconsin (90 paten), University of Texas (79 paten), John Hopkins University (66 paten), Cornell University (51 paten), University of Florida (45 paten) dan University of Michigan (66 paten).
Nama-nama 10 universitas tersebut di atas memang sudah terkenal ke seluruh dunia akan kehandalan lembaga pendidikan tinggi tersebut dalam hal penemuan baru.
Kehebataan lembaga perguruan tinggi itu dalam menghasilkan paten tidak terlepas dari dana riset dan pengembangan yang mereka keluarkan untuk menemukan sesuatu yang baru.
Menurut data USPTO, University of California pada tahun 2007 saja menghabiskan dana sebanyak US$1,5 miliar untuk dana riset dan pengembangan, sedangkan MIT mengeluarkan sebanyak US$614,35 juta.
Menurut Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelekltual (Aspeki), yang beranggotakan 71 Litbang dan perguruan tinggi seluruh Indonesia, tidak heran bila universitas di AS mampu menghasilkan banyak paten setiap tahun karena didukung oleh dana yang besar.
Di Indonesia, menurut Sudarmanto, riset dan pengembangan di perguruan tinggi belum ada nuansa risetnya . “Riset di perguruan tinggi masih bersifat research to research, belum lagi research to commercial karena belum ada political will dari pemerintah.”
Riset yang dilakukan di perguruan tinggi, menurut dia, masih berujung pada tujuannya untuk kenaikan pangkat dan golongan atau jabatan, belum berorientasi untuk menemukan sesuatu yang baru yang bisa dipatenkan.
Sudarmanto menyarankan kepada pemerintah supaya menciptakan iklim yang kondusif supaya perguruan tinggi bisa menghasilkan paten-paten baru melalui riset dan pengembangan.
“Bagaimana mungkin riset dan pengembangan di perguruan tinggi bisa maju dan menghasilkan paten kalau anggaran untuk satu penelitian hanya Rp10 juta-Rp15 juta,”katanya.
Menurut dia, di Indonesia banyak sumberdaya manusia bergelar doktor yang mampu menghasilkan banyak paten. Namun, kata Sudarmanto, semua itu terkendala masalah dana dan kebijakan pemerintah di bidang riset tersebut belum ada. (soe)

Minggu, 13 Maret 2011

Lagi, RI diusulkan masuk daftar pelanggar berat hak cipta

JAKARTA: Sejak tahun 2008, posisi Indonesia tidak pernah berubah dan selalu masuk dalam daftar negara pelanggar berat hak cipta (priority watch list) di mata Amerika Serikat.
Pada tahun ini, International Intellectual property Alliance (IIPA) mengusulkan kembali kepada United States Trade Representatives (USTR) supaya Indonesia tetap masuk dalam daftar negara pelanggar berat hak cipta itu.
Usulan IIPA itu didasarkan atas hasil survai yang dilakukan oleh organisasi tersebut terhadap Indonesia selama tahun 2010.
Dari hasil survai tersebut, IIPA berkesimpulalan masih banyak isu-isu hak atas kekayaan intelektual (HaKI), terutama hak cipta di Indonesia yang masih belum kondusif.
IIPA adalah gabungan dari enam asosiasi yang mewakili industri Amerika Serikat berbasis hak cipta.
Keenam asosiasi yang bergabung dalam IIPA adalah Association of American Publisher's Inc.(AAP), Business Software Alliance (BSA), Entertaintment Software Association (ESA), Independent Film & Television Alliance, Motion Picture Association of America Inc. (MPA) dan Recording Industry Association of America Inc. (RIAA).
Hasil kajian IIPA tersebut tidak saja dilakukan di Indonesia, tapi juga di 40 negara mitra dagang utama Amerika Serikat di selururh dunia.
Dari 40 negara mitra dagang AS itu, IIPA berksimpulan bahwa sebanyak 33 negara masuk dalam daftar negara yang dinilai kurang memadai dalam memberikan perlindungan dan menegakkan hukum berkaitan dengan hak cipta.
Dari 33 negara tersebut, 13 negara masuk dalam priority watch list atau daftar pelanggar berat hak cipta. Indonesia masuk dalam daftar 13 negara bersama a.l China, Thailand, Filipina dan lain-lain (lihat tabel).
Rekomendasi IIPA kepada USTR tersebut memang belum bersifat final. Namun, berdasarkan praktek selama ini, biasanya usulan IIPA tersebut diakomodir oleh USTR. Sekedar contoh sejak tahun 2008 dan 2009, IIPA juga merekomendasikan kepada USTR supaya Indonesia masuk priority watch list dan dan usulan itu diterima oleh USTR.
USTR setiap tahun April menerbitkan daftar (list) negara yang masuk dalam pengawasan terhadap mitra dagangnya berkaitan dengan kepatuhan terhadap hak cipta.
Pertanyaannya apa dasar IIPA dalam membuat rekomendasi, sehingga orgaisasi itu berkesimpulan Indonesia masuk dalam priority watch list?.
Menurut IIPA, ada beberapa isu seputar hak kekayaan intelektual di Indonesia yang masih menjadi perhatian organisasi tersebut a.l sistem peradilan yang dinilainya kurang transfaran dan putusan hakim kurang memberi efek jera kepada pelaku kejahatan.
Selain itu, juga masih marak terjadi kejahatan pelanggaran hak cipta seperti pembajakan hasil karya cipta buku, peredaran film bajakan serta pembajakan hak cipta melalui Internet.
IIPA juga menyarankan kepada pemerintah Indonesia supaya segera melakukan langkah-langkah berkaitan dengan HaKI seperti amendemen terhadap UU Hak Cipta, meningkatkan efektifitas aturan optical disc.
Selain itu, pemerintah juga disarankan membentuk peradilan khusus kasus kriminal di bidang hak kekayaan intelektual.
Penempatan Indonesia dalam daftar tersebut akan memberikan citra kepada seluruh dunia bahwa penegakkan hukum dan perlindungan terhap hak kekayaan intelektual di Indonesia kurang.
Bila perlindungan hukum dan penegakkan hukum HaKI tidak memadai, dikhawatirkan kurang memberikan iklim kondusif dalam hal penanaman modal asing.
Bagaimanapun juga setiap investor asing yang akan masuk ke Indonesia, terutama industri yang berbais hak kekayaan intelektual, akan melihat perlindungan terhadap HaKI mereka.
Jangan diharap investor berbasis HaKI, akan mau menanamkan modalnya di dalam negeri, bila perlindungan dan penegakan hukum HaKI kurang. Mereka tidak akan mau HaKI mereka nanti dibajak di dalam negeri.
Sementara itu Justisiari P Kusuman, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), merasa sedih dengan hasil penilaan IIPA terhadap Indonesia terkait pelanggaran hak cipta.
Sebenarnya, kata Justi, kepada Bisnis kemarin, Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. “Polisi dan jaksa sudah melakukan tugasnya dalam rangka penegakakan hukum, tapi hasilnya kita tetap diusulkan masuk daftar pelanggar berat hak cipta,”katanya.
Pertanyaannya sekarang, menurut dia, adalah apakah upaya penegak hukum itu sudah maksimal?
“Kalau dibilang kita sudah melakukan upaya maksimal, mengapa dengan mudah ditemukan VCD, software bajakan beredar di pusat perbelanjaan,”katanya.
Justi melihat penegak hukum sudah melakukan banyak aktivitas dalam rangka menegakkan dan memberikan perlindungan hukum terhadap HaKI, tapi segala upaya itu tidak diperhitungkan oleh USTR.
”Saya melihat kita belum well coordinated dengan baik dan fungsi PR [public relations] juga kurang berfungsi dengan baik,”katanya.
Selain itu, katanya, kurang koordinasi penegakan hukum. “Ada hakim dan polisi yang sudah tahu dan paham betul soal HaKI, tapi kemudian mereka dipindah. Kemudian masuk yang baru yang pengetahuan mereka soal HaKI masih kurang,”ujarnya. (soe/artikel ini diterbitkan di Bisnis Indonesia, 14 Maret 2011)

Kamis, 10 Maret 2011

WIPO luncurkan fasilitas akses ke database merek

The World Intellectual Property Organization (WIPO) meluncurkan fasilitas baru on-line pada 8 Maret 2011.
Fasilitas baru tersebut akan memudahkan pencarian lebih dari 640.000 catatan yang berkaitan dengan merek dagang internasional yang dilindungi oleh undang undang.
“Global Brand Databse adalah fasilitas pencarian terpusat yang akan sangat memudahkan mencari ratusan ribu catatan berisi informasi merek-yang terkait," kata Direktur Jenderal WIPO Francis Gurry dalam siaran persnya yang dirilis pada 8 Maret 2011.
Fasilitas itu, menurut Francis Gurry, adalah bagian penting dari upaya WIPO untuk memfasilitasi akses terhadap aset berharga tersebut dan mencerminkan komitmen organisasi hak kekayaan intelektual dunia itu untuk mempersempit kesenjangan pengetahuan global dengan meningkatkan akses dan penggunaan informasi hak kekayaan intelektual.
Saat ini, Global Brand Database memungkinkan pengguna untuk mengakses database WIPO yang terdaftar di bawah sistem Madrid untuk pendaftaran merek internasional.
Global Brand Database didasarkan pada sumber daya yang ada kunci yang berhubungan dengan merek dengan menyediakan one-stop shop untuk mencari berbagai sumber. kebaruan adalah penambahan fungsi canggih yang memungkinkan mencari istilah fuzzy dan fonetik.
Layanan ini akan diintegrasikan ke dalam WIPO GOLD, yang menyediakan akses cepat dan mudah secara on-line untuk kumpulan data hak kekayaan inntelektual yagn dicari seperti teknologi, merek, desain, statistik, standar WIPO, dan sistem klasifikasi internasional. (soe)

Rabu, 09 Maret 2011

Indonesia masuk daftar negara pelanggar berat hak cipta

JAKARTA: International Intellectual Property Alliance (IIPA) tahun ini kembali mengusulkan kepada United States Trade Representative (USTR) supaya memasukkan Indonesia dalam daftar priority watch list.
Menurut siaran pers IIPA, yang dirilis pada pertengahan bulan Februari, selain Indonesia, juga ada 12 negara lain yang masuk dalam daftar tersebut.
Mereka adalah Argentina, Kanada, Chile, China, Costa Rica, India, Indonesia, Philippines, Russia, Spain, Thailand, Ukraine dan Vietnam.
Usulan IIPA itu didasarkan atas hasil survai yang dilakukan oleh organisasi tersebut terhadap Indonesia selama tahun 2010.
Dari hasil survai tersebut, IIPA berkesimpulan masih banyak isu-isu hak atas kekayaan intelektual (HaKI), terutama hak cipta di Indonesia yang masih belum kondusif.
IIPA adalah gabungan dari enam asosiasi yang mewakili industri Amerika Serikat berbasis hak cipta.
Keenam asosiasi yang bergabung dalam IIPA adalah Association of American Publisher's Inc.(AAP), Business Software Alliance (BSA), Entertaintment Software Association (ESA), Independent Film & Television Alliance, Motion Picture Association of America Inc. (MPA) dan Recording Industry Association of America Inc. (RIAA).
Pada tahun 2008, USTR menempatkan Indonesia dalan daftar priority watch list karena negara tersebut berpendapat bahwa Indonesia masih kurang memadai dalam memberikan perlindungan dan penegakan hukum hak cipta.
Putusan USTR juga didasarkan atas usulan IIPA pada waktu itu mengusulkan Indonesia masuk dalam daftar priority watch list.
Rekomendasi IIPA kepada USTR tersebut memang belum bersifat final. Namun, keputusan akhir akan ditentukan oleh USTR pada April tahun ini.
Indonesia memang sudah sering menjadi langganan masuk dalam daftar priority watch list. Sejak tahun 2008 hingga sekarang posisi tersebut belum juga berubah.
Level priority watch list tersebut membentuk citra bahwa Indonesia adalah salah satu negara pelanggar berat hak kekayaan intelektual di dunia. (soe)

Selasa, 08 Maret 2011

Konsultan HaKI akan kunjungi WIPO Singapura

JAKARTA: Sejumlah pengurus dan anggota Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) akan mengunjungi The World Intellectual Propert Organization (WIPO) di Singapura pada 17-19 Maret 2011

Ketua AKHKI, Justisiari P Kusumah, mengungkapkan bahwa kunjungan tersebut dimaksudkan untuk lebih memperluas wawasan anggota organisasi dengan stakeholder terkait dengan hak kekayaan intelektual. "Sebanyak 18 orang pengurus dan anggota AKHKI sudah menyatakan ikut berkunjung ke WIPO di Singapura,"katanya.

Selain itu, katanya, kunjungan tersebut juga dimaksudkan dalam rangka meningkatkan kemitraan antara AKHKI dengan stakeholder hak kekayaan intelektual seperti dengan WIPO.

Selama di Singapura, jelasnya, anggota AKHKI akan bertemu dengan pejabat WIPO Singapura. Namun Justi belum mengatakan nama pejabat yang akan ditemui. "Yang sudah pasti kita akan mengadakan pertemuan dengan Chandra Darusman,"ujarnya.

Chandra Darusman adalah wakil Indonesia di WIPO. Sebelum di Singapura, Chandra Darusman pernah lama di kantor pusat WIPO di Jenewa, Swiss. Indonesia adalah salah satu negara anggota Organisasi Hak Kekayaan Intelektual dunia itu. WIPO di Singapura adalah perpanjangan tangan WIPO untuk kawasan Asia.

Justi menjelaskan bahwa AKHKI, yang beranggotakan sekitar 300 orang konsultan hak kekayaan intelektual di Indonesia, akan memanfaatkan kesempatan berkunjung ke WIPO Singapura tersebut untuk mendapatkan informasi dan isu terkini di bidang hak kekayaan intelektual.

HaKI (Hak kekayaan intelektual), menurut dia, kini sudah merupakan isu global di samping masalah lingkungan dan hak asasi manusia. "Investor atau pemilik HaKI menuntut adanya perlindungan hukum atas HaKI mereka,"katanya.

Indonesia sebagai salah satu anggota WIPO, kata Justi, dituntut untuk memberikan perlindungan dan penegakan hukum yang memadai di bidang hak kekayaan intelektual. (soe)

WIPO: Hak cipta perlu berevolusi dengan realitas teknologi

JAKARTA: Direktur Jenderal The World Intellectual Property Organization (WIPO), Francis Gurry, menegaskan bahwa hak cipta perlu berevolusi dengan realitas teknologi saat ini atau risiko menjadi tidak relevan.

Dia mengatakan hal itu saat berbicara pada konferensi yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Australia dari Universitas Teknologi Queensland (QUT) pada akhir bulan Februari 2011 tentang masa depan hak cipta.

Menurut dia, sebagaimana disampaiken melalui siaran pers WIPO, tidak ada "jawaban ajaib tunggal" bagi pengembangan respon kebijakan yang berhasil terhadap tantangan yang dihadapi hak cipta di era digital.

Namun, tegasnya, perlu kombinasi dari hukum, infrastruktur, perubahan budaya, kolaborasi kelembagaan dan model bisnis yang lebih baik.

Gurry mengatakan pertanyaan utama yang dihadapi evolusi kebijakan hak cipta adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara ketersediaan karya budaya dan harga yang terjangkau serta menjamin keberadaan ekonomi bermartabat bagi pencipta dan penyanyi.

Teknologi digital, menurut dia, memiliki dampak radikal pada keseimbangan itu. "Daripada menolaknya, kita perlu menerima keniscayaan perubahan teknologi,"katanya.

Dia mengemukakan bahwa dalam hal apapun, tidak ada pilihan lain, namun menyesuaikan sistem hak cipta untuk keuntungan alami yang telah berkembang atau akan binasa

Gurry berpendapat ada tiga prinsip utama yang harus mengarahkan pengembangan respon kebijakan yang berhasil. Pertama, adalah netralitas teknologi dan model bisnis yang dikembangkan sebagai tanggapan terhadap teknologi.

Kedua, kelengkapan dan koherensi dalam respons kebijakan. Gurry mengatakan bahwa prasarana adalah sama pentingnya bagian dari solusi sebagai hukum.

Ketiga, untuk jawaban sukses terhadap tantangan digital adalah kesederhanaan membutuhkan lebih banyak hak cipta. “Hak cipta rumit dan kompleks,”katanya. (soe)

5 Negara 'jawara' paten di dunia

JAKARTA: Amerika Serikat, Jepang dan Jerman selama ini sudah diakui kehebatannya oleh dunia di bidang teknologi baik dalam segi kualitas maupun kuantitas hasil temuan mereka.
Di samping tiga negara tersebut, dua negara Asia lainnya juga mulai menunjukan kehebatannya dalam hal penemuan baru di bidang teknologi yang dapat dipatenkan.
Kedua negara tersebut adalah China dan Korsel, sehingga kedua negara itu selama tahun 2010 masuk dalam lima besar negara pemohon terbanyak paten berdasarkan sistem Patent Cooperation Treaty (PCT) ke The World Intellectual Poperty Organization (WIPO).
Kehebatan lima negara tersebut di bidang temuan baru teknologi bisa dilihat dari jumlah permohonan paten yang diajukan melalui WIPO yang berbasis di Jenewa, Swiss
Menurut data WIPO, selama tahun 2010, Amerika Serikat mendaftarkan 44.855 paten ke WIPO, sedangkan Jepang mencatat sebanyak 32.156, diikuti oleh Jerman di posisi krtiga sebanyak 17.171.
Sedangkan permohonan paten secara internasional dari China ke WIPO mencapai 12.337, sedangkan Korea Selatan mencatatkan 9.686.
Direktur Jenderal WIPO, Francis Gury, dalam siaran pers belum lama ini, mengakui bahwa pertumbuhan tertinggi permohonan pendaftaran paten secara internasional datang dari Asia.
“Tingkat pertumbuhan yang cepat dari Asia Timur mencerminkan percepatan dalam diversifikasi geografis kegiatan inovatif,”katanya.
Pertumbuhahan permohonan paten dari China ke WIPO selama tahun lalu meningkat 56,2% dari 7.900 (2009) menjadi 12.337 tahun 2010, sedangkan dari Korea Selatan tumbuh 20,5% dari 8.035 (2009) menjadi 9.686 tahun 2010.
Meskipun pertumbuhan permohonan paten dari AS selama tahun 2010 turun 1,7% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2009). Namun, AS tetap menempati urutan paling atas dalam hal jumlah permohonan paten ke WIPO. (soe)

Minggu, 06 Maret 2011

Paten Indonesia ke WIPO melonjak

JAKARTA: Jumlah permohonan paten dari Indonesia melalui Patent Cooperation Treaty (PCT) ke The World Intellectial Property Organization melonjak lebih dari 100% pada tahun lalu.

Menurut data World Intellectual Property Organization (WIPO) yang dirilis pada pertengahan pekan lalu mencatat bahwa selama tahun 2010 permohonan pendaftaran paten dari Indonesia mencapai 15, sedangkan tahun sebelumnya hanya ada 7 permohoan.

Menurut Sudarmanto, ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelektual (Aspki), pertumbuhan tersebut cukup signifikan. “ini mengindikasikan bahwa inventor [penemu] dari Indonesia mulai melek teknologi dan mengerti arti perlindungan paten ,”ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Dia menyambut baik pertumbuhahan paten internasional yang didaftarkan di WIPO yang bemarkas di Jenewa, Swiss. “Ini bukti bahwa orang Indonesia mulai menyadari arti pentingnya sebuah perlindungan paten di tingkat internasional,”katanya.

Dulu, katanya, banyak peneliti hanya mengejar pangkat atau jabatan dengan melakukan banyak riset, tapi hasil penelitian mereka itu belum tentu bisa dipatenkan. “Paten berkaitan dengan temuan baru di bidang teknologi.”

Menurut Sudarmanto, kini sudah ada pergeseran pemikiran bahwa peneliti mulai mengutamakan nilai ekonomi dari paten itu. “Paten bisa menghasilkan banyak uang melalui royalty.”

Pencapaia paten oleh inventor Indonesia untuk didaftarkan ke WIPO, menurut dia, dari segi kuantitas memang terjadi lompatan luar biasa, namun belum tentu dari segi kualitasnya.

“Pemerintah hendaknya perlu memberikan insentif dan menciptakan iklim yang kondusif untuk mendorong nventor atau periset dalam menghasilkan paten bernilai ekonomi,”katanya.

Sudarmanto juga menyatakan kekagumannya terhadap apa yang dicapai oleh China dalam hal paten. “Dulu China itu menjiplak paten dari barat. Mereka terus melakukan inovasi terhadap paten barat yang masuk ke China, kemudian menghasilkan paten baru. Ini yang dinamakan creative imitatio. Jepang dulu juga melakukakan hal seperti itu,”ujarnya

Francis Gury, Direktur Jenderal WIPO dalam siaran pers belum lama ini, mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan permohonan paten yang cepat datang dari negara di Asia Timur.
“Hal itu mencerminkan percepatan dalam diversifikasi geografis kegiatan inovatif,”ujarnya.

Dia mengatakan bahwa peningkatan permohonan paten dari kawasan Asia Timur tersebut memiliki implikasi luas bagi kemakmuran rakyatnya.

WIPO telah merancang satu sistem pendaftaran paten secara internasional, yang dikenal dengan Patent Cooperation Treaty (PCT). PCT sudah diratifikasi oleh 142 negara anggota.

Dengan sistem tersebut, setiap negara anggota memiliki kemudahan untuk mendaftarkan paten dari negara asalnya secara internasional.

Indonesia meratifikasi PCT pada tahun 1997 melalui keputusan presiden. Hingga tahun 2009. Fasilitas PCT tersebut hanya terbatas bagi negara anggota.

PCT adalah suatu sistem global yang dirancang untuk memfasilitasi proses perolehan perlindungan paten di banyak negara.

Dengan hanya mengajukan satu permohonan perlindungan internasional paten melalui PCT, maka inventor (penemu) atau kalangan industri bisa mendapatkan perlindungan hukum atas patennya di banyak negara sesuai dengan keinginan pemohon dengan syarat negara itu harus anggota PCT. (soe/Artikel ini diterbitkan di Bisnis Indoensia,28 Februari 2011)

Sabtu, 05 Maret 2011

Pemerintah Indonesia akan ratifikasi Protokol Madrid

JAKARTA: Pemerintah Indonesia akan meratifikasi Protokol Madrid, sehingga memudahkan pengusaha mendaftarkan merek dagang/jasa secara internasional, kata seorang pejabat.
Menurut Yuslizar, direktur Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, mengemukakan bahwa ratifikasi tersebut kemungkinn baru dilakukan setelah adanya amendemen terhada Undagn Undagn Merek.
Yuslizar belum bisa memastikan kapan ratifikasi tersebut dilakuan, namun dia mengatakan bahwa ratifikasi itu kini masih dalam persiapan. "Begitu selesai amendemen Undang Undang Merek, maka langsung diratifikasi,"katanya.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sedang menyiapkan amendemen terhadap Undang Undang Merek . "Draf undang undang tersebut sudah selesai dan siap diserahkan ke DPR untuk dibahas,"katanya. (soe)