PINDAH KE

www.patenindonesia.com

Selasa, 22 Maret 2011

Mengintip perusahaan ‘jawara’ paten di dunia

Oleh Suwantin Oemar

JAKARTA: Lima besar perusahaan swasta dari kawasan Asia masuk dalam 10 besar pemohon paten yang ditujukan melalui The World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss.
Menurut siaran pers WIPO, yang dirilis belum lama ini, dalam 10 besar pemohon paten tersebut, hanya ada satu perusahana asal Amerika Serikat, satu dari Belanda, satu dari Jerman, satu dari Swedia, sedangkan dari Jepang ada tiga perusahaan serta dua perusahaan dari China dan satu dari Korea Selatan.
Lompatan tertinggi datang dari perusahaan China yang menempatkan dua perusahaan, di bawah satu tingkat dari Jepang, yang menempatkan 3 perusahaan masuk dalam 10 besar pemohon paten terbanyak.
Peringkat perusahaan China ZTE Corporation, melonjak dari posisi 22 tahun 2009 menjadi posisi nomor dua pada tahun ini 2010. Perushaaan Jepang Panasonis Corporation tetap bertahan pada posisi pertama
Lompatan itu menunjukan bahwa perusahaan asal China itu sangat inovatif, sehingga mereka menemukan banyak teknologi baru yang siap masuk pasar. Semakin inovatif suatu perushaana, semkin banyak paten yang dihasilkannya.
Panasonic Corporation mengajukan permhonan paten 2.154, ZTE Corporation 1.863, Qualcomm Incorporated (1.677),Huawei Technologies Co. Ltd (1.528), Koninklijke Philips Electronics NV (1.435), Robert Bosch Gmbh (1.301), LG Electronics inc (1.298), Sharp Kabushiki Kaisa (1.286).
Selain itu Telefonaktiebolagnet LM Ericsson (1.149), NEC Corporation (1.106), Siemens Aktiengellschaft BASF (833), Mitsubishi Electronic Corporation (818), Nokia Corporation (632), 3M Innovative Properties Company (586),Samsung Electronics co. Ltd (578), Hewlwtt-Packard Development Company (564), Fujitsu Limited (476), Microsoft Corporation (469)
Nama Panasonic tidak asing lagi di dunia elektronika. Kehebatan perusahaan tersebut bisa dilihat dari keunggulannya dalam melakukan inovasi, sehingga menghasilkan banyak temuan baru yang dipatenkan di seluruh dunia.
Kriteria penentuan perusahaan unggulan dari kawasan Asia di bidang paten dilihat dari jumlah permohonan paten yang diajukan menggunakan sistem Patent Cooperation Treaty (PCT) ke WIPO di Jenewa.
Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelekltual (Aspeki) menyatakan tidak heran dengan inovasi dan lompatan teknologi yang dilakukan oleh perusahaan dari Asia, terutama dari China.
“China kini bekembang menjadi salah saru negara yang berhasil melakukan inovasi dan terus menrrus melakukan riset untuk menghasilkan paten baru,”ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.
Dulu, katanya, China itu juga menjiplak paten dari Barat maupun Jepang.
Akan tetapi, katanya, mereka terus melakukan inovasi terhadap paten Barat yang masuk ke China, kemudian menghasilkan paten baru. “Ini yang dinamakan creative imitation. Jepang dulu juga melakukakan hal seperti itu,”ujarnya.
Francis Gury, Direktur Jenderal WIPO dalam siaran pers itu, juga mengakui bahwa bahwa tingkat pertumbuhan permohonan paten yang cepat datang dari negara di Asia Timur.
“Hal itu mencerminkan percepatan dalam diversifikasi geografis kegiatan inovatif di dunia,”ujarnya.
Dia mengatakan bahwa peningkatan permohonan paten dari kawasan Asia Timur tersebut memiliki implikasi luas bagi kemakmuran rakyatnya.
WIPO telah merancang satu sistem pendaftaran paten secara internasional, yang dikenal dengan Patent Cooperation Treaty (PCT). PCT sudah diratifikasi oleh 142 negara anggota.
Dengan sistem tersebut, setiap negara anggota memiliki kemudahan untuk mendaftarkan paten dari negara asalnya secara internasional.
Indonesia meratifikasi PCT pada tahun 1997 melalui keputusan presiden. Hingga tahun 2009. Fasilitas PCT tersebut hanya terbatas bagi negara anggota.
PCT adalah suatu sistem global yang dirancang untuk memfasilitasi proses perolehan perlindungan paten di banyak negara.
Dengan hanya mengajukan satu permohonan perlindungan internasional paten melalui PCT, maka inventor (penemu) atau kalangan industri bisa mendapatkan perlindungan hukum atas patennya di banyak negara sesuai dengan keinginan pemohon dengan syarat negara itu harus anggota PCT.
Menuirut data WIPO, dalam 100 besar perusahaan di dunia yang mendaftarkan paten ke WIPO, tidak ada satupun yang berasal dari Indonesia.
Umumnya, daftar 100 besar pemohon paten itu didominasi perusahaan yang sudah terkenal di dunia. Mereka berasal dari AS, Eropa.
Dari kawasan Asean hanya diwakili oleh Singapurua yaitu Agency for Science technology and Research. Lembaga riset itu mengajukan 93 permohonana paten ke WIPO.
Data tersebut memang baru sebatas permohonan pendaftaran, belum tentu di-granted. Bagamianapun juga angka permohonan pendaftaran paten tersebut sudah mencerminkan kemajuan riset dan pengembangan negara-negara di dunia.
Tiga negara dari kawasan Asia yaitu Jepang menempatkan 30 perusahaan dalam daftar 100 besar perusahaaan pemohon paten di dunia, China (3 perushaan) dan Korea Selatan 4 perusahaan.
Sudarmanto berpendapat tidak heran bila tidak ada perusahaan asal Indonesia masuk daftar 100 pemohon terbanyak paten.
Meskipun demikian, dia mengakui sudah banyak perushaan swasta yang melakukan riset dan pengembangan, namun diakuinya belum banyak paten yang dihasilkan, apalagi mendaftarkannya melalui WIPO
Dia menyarankan kepada pelaku usaha supaya melakukan kolaborasi dengan lembaga riset dari perguruan tinggi maupun instansi pemerintah untuk menghasilkan paten yang bersifat komersial.
Kolaborasi swasta dan lembaga perguruan tinggi, menurut dia, sudah lumrah dilakukan di Jepang, Korsel dan dibanyak negara maju.
Pengusaha, katanya, bisa saja melakukan order kepada lembaga riset untuk melakukan satu penelitian dan pengembangan sesuai dengan kebutuhannya.
“Dananya dari pengusaha, sedangkan perisetnya dari lembaga pergruan tinggi atau lembaga riset lainnya. Bila berhasil, maka periset dapat royalty sesuai dengan hitung-hitungan bisnis yang sudah disepakati,” katanya.
Selain itu, katanya, pemerintah bisa saja melakukan order kepada lembaga peneliti untuk melakukan satu riset, kemudian hasilnya dibeli oleh pemerintah seterusnya diserahkan kepada pengusaha di dalam negeri untuk implementasinya. ‘Semua itu tentu ada hitung-hitungan bisnisnya,”
Bila mengandalkan swasta murni, menurut Sudarmanto, sulit rasanya bagi perusahaan Indonesia bisa menghasilkan banyak paten karena biaya untuk riset tersebut sangat mahal. (artikel ini diterbitkan di Bisnis Indonesia 21 Maret 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar