PINDAH KE

www.patenindonesia.com

Selasa, 03 Mei 2011

Perubahan delik di UU Hak Cipta dinilai langkah mundur

JAKARTA: Perubahan delik dalam revisi Undang Undang Hak Cipta berdampak pada kemunduran penegakan hukum di bidang hak cipta, sehingga dinilai tidak efektif dalam upaya pemerintah memberantas pembajakan.
Menurut Henry Sulistyo Budi, pakar di bidang hak atas kekayaan intelektual, penegakan hukum di bidang hak cipta akan menjadi mahal bila menggunakan delik aduan.
Dia memberi contoh, seorang pemilik hak cipta yang ingin menegakan atas pelanggaran haknya di beberapa kota besar seperti Medan, Bandung, Surabaya dan Makassar, maka mereka harus membuat laporan ke kota tersebut.
“Ini kan biaya tinggi bagi pencipta. Biaya perjalanan yang dikeluarkan untuk membuat laporan itu akan terasa berat, sehingga mereka lebih memilih mendiamkan saja pelanggaran atas hak ciptanya,”ujarnya pada acara diskusi bertajuk Ketiak harus memilih, asli vs palsu bajakan di Hotel Sahid Jakarta pada 28 April 2011.
Acara tersebut diselenggarakan oleh Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual ebkerja sama dengan Ditjen hak Kekayaan intlektual, Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka peringatan hari HaKI sedunia.
Bila banyak pemilik hak cipta berpikiran seperti itu, jelasnya, maka pembajakan atas karya cipta akan semakin merajalela.
“Upaya pemerintah untuk memberantas kejahatan di bidang cipta tidak akan efektif dan Indonesia akan terus dicap sebagai salah satu negara pelanggar berat hak cipta di dunia. Ini merupakan langkah mundur di bidang penegakan hak citpa di dalam negeri,”ujarnya.
Henry mengemukakan bahwa bagi pengusaha besar mungkin tidak masalalah membuat laporan pelanggaran hak citpa di beberapa kota besar karena mereka punya uang untuk itu.
Akan tetapi, ujarnya, bagaimana dengan pemilik atau pencipta pemula yang kurang memiliki dana.
“Bayangkan saja seorang pencipta tinggal di Jakarta, misalnya ingin membuat laporan pelanggaran hak cipta di Medan atau Makasar. Mereka kan harus mengeluarkan biaya perjalanan dan lainnya. Itupun tidak cukup sekali datang, tapi bisa sampai lima kali datang,”katanya.
Pemerintah kini melakukan revisi terhadap Undang Undang Hak Cipta (UU No.10/2002). Amendemen UU itu sudah masuk dalam Prolegnas (program legislasi nasional), namun belum tahu kapan dibahas di DPR.
UU Hak Cipt sekarang menggunakan delik biasa. Artinya, tanpa ada pengaduan dari pemilik atau pemegang hak cipta, polisi dapat melakukan penindakan.
Akan tetapi dengan perubahan delik dari biasa menjadi aduan , maka polisi tidak dapat bertindak tanpa adanya laporan atau pengaduan dari pemilik atau pemegang hak cipta. “Meskipun di depan mata polisi sendiri sudah jelas-jelas ada barang bajakan, tapi mereka tidak akan berbuat apa-apa bila tidak ada laporan,”kata Henry.
Sementara itu Justisiari Perdana Kusumah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), mengatakan sulit untuk menentukan sikap organisasi dalam rencana pemerintah untuk melakukan perubahan delik dari biasa menjadi aduan.

“Baik delik aduan maupun delik biasa sama-sama ada sisi positif dan negatifnya. Secara organisasi [AKHKI] saya belum bisa bersikap, tapi secara pendangan pribadi saya setuju dengan delik aduan itu,” katanya disela-sela acara tersebut.
Sisi positif delik biasa, ujarnya, polisi bisa langsung bergerak melakukan penindakan terhadap pelanggaran hak cipta tanpa menunggu laporan.
Akan tetapi, ujar Justi, yang juga seorang praktisi hukum di bidang HaKI, sisi negatifnya adalah sistem tersebut bisa dimanfaatkan oleh oknum untuk kepentingan sendiri.
Justi mengemukakakan bahwa sisi postif dari delik adaun adalah bahwa sipemilik atau pemegang hak cipta memiliki pengawasan penuh terhadap laporannya kepada polisi. ‘Pemilik hak cipta bisa memantau sejauh mana penindakan terhadap laporannya,”katanya.
Sisi negattif delik aduan, menurut dia, biaya memang menjadi mahal karena pemilik atau pemegang hak cipta harus membuat laporan di kota-kota di mana ada pelanggaran.
“Bayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan bila seorang pencipta membuat laporan pelanggaran hak cipta di lima kota di Indonesia,”katanya.

1 komentar: