PINDAH KE

www.patenindonesia.com

Rabu, 29 Juni 2011

Perusahaan Jepang dan Jerman dominasi paten ke AS

JAKARTA: Perusahaan asal Jepang dan Jerman sudah sejak lama terkenal dengan kemajuan teknologinya. Hal itu bisa dilihat dari aplikasi pendaftaran permohonan paten ke Amerika Serikat.
Perusahaan Jepang menempati urutuan paling atas dalam hal jumlah permohonan pendaftaran paten ke Negara Paman Sam itu, sedangkan perusahaan Jerman berada di urutan kedua.
Menurut data United States Patent and Trademark Office (USPTO), permohonan paten dari Jepang ke AS selama tahun 2010 mencapai 44.811, sedangkan Jerman mengajukan 12.363 aplikasi paten.
Dua negara di Asia yang belakangan ini sangat inovatif yaitu Korea Selatan dan China juga menunjukan kemajuan luar biasa dalam hal invensi baru. Permohonan paten Korsel ke AS juga cukup tinggi, begitu pula dengan China.
Aplikasi paten dari perusahaan asal Korsel menuju pasar AS pada tahun 2010 mencapai 11.671, sedangkan tahun 2009 hanya ada 8.762 permohonan.
Begitu pula dengan perusahaan asal China selama tahun 2010 mengajukan permohonan pendaftaran paten ke AS sebanyak 2.657, sedangkan tahun 2009 hanya 1.655.
China dulu terkenal sebagai salah negara pelanggar berat hak kekayaan intelektual di mata Amerika Serikat dengan cara menjiplak, membajak atau meniru habis-habisan teknologi dari Barat.
Akan tetapi, sekarang Negeri Panda tersebut mulai bangkit dengan melakukan banyak riset dan pengembangan, sehingga banyak perushaaan di China menghasilkan invensi baru.
Banyak atau sedikitnya permohonan paten identik dengan kemajuauan teknologi dan inovasi di suatu negara. Makin banyak permohonan paten, menunjukan makin banyak pula invensi baru di suatu negara.
Invensi baru itu erat kaitan dengan riset dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga riset. Dana juga amat menentukan dalam riset.
Makin banyak riset dan pengembangan yang dilakukan, kemungkinan mendapat invensi baru juga cukup banyak.
Sekedar contoh saja, Siemens, sebagaimana dikutip dari situs Siemens.com, pada tahun 2010, perusahaan asal Jerman itu mengeluarkan dana 4 miliar euro untuk program riset dan pengembangan.
Perusahaan itu memiliki 42 lembaga riset yang tersebar di banyak negara dengan melibatkan perguruan tinggi dan lembaga riset lain.
Pada tahun lalu, Siemens berhasil memiliki 8.800 invensi baru atau 40 invensi setiap hari. Invensi itu dihasilkan oleh sekitar 10.000 karyawan di bidang riset dan pengembangan.
Contoh lain adalah perusahaan Jepang seperti Sony Corporation. Menurut laporan tahunan 2010, perusahaan elektronika itu mengeluarkan dana untuk riset sebanyak 432 miliar yen.
Huawei Technologie dan ZTE Corporation , dua perusahaan teknologi infromasi China mampu sejajar dengan perusahaan lain di bidang teknologi informasi seperti Jepang dan Amerika Serikat.
Dua perusahaan itu berhasil melakukan terobosan dengan invensi baru di bidang teknologi telekomunikasi berkat riset dan pengembangan yang mereka lakukan.
Menurut laporan tahunan Huawei Technologies tahun 2010 yang dikutip melalui situs Huawei.com, sekitar 46% dari 51,000 karyawannya bekerja di bidang riset dan pengembangan.
Perusahaan tersebut juga memiliki 20 lembaga riset yang tersebar di banyak negara di dunia seperti AS, Jerman, Swedia, Rusia, India dan lain-lain, sedangkan dana riset dan pengembangan selama tahun 2010 mencapai 16,556 miliar???, meningkat 24% bila dibandingkan dengan tahun 2009.
Menurut data World Intellectual Property Organization (WIPO) yang dirilis pada Maret, selama tahun 2010, Huawei berhasil masuk dalam lima besar perusahaan pemohon paten melalui WIPO di Jenewa, Swiss.
Pada tahun 2010, Huawei menempati urutan ketiga pemohon paten terbanyak melalui WIPO. Posisi pertama yaitu Panasonic Corporation (Jepang) dengan jumlah paten mencapai 2.154, sedangkan posisi kedua adalah ZTE Corporation sebanyak 1.863 paten.
Banyaknya permohonan paten dari Huawei Technologie Co. Ltd maupun ZTE Corporation itu menunjukkan bahwa perusahaan China tersebut berhasil di bidang teknologi informasi.(soe)

Kamis, 16 Juni 2011

Aplikasi paten Indonesia ke AS tertinggal di antara Asean

JAKARTA: Jumlah permohonan pendaftaran paten dari Indonesia ke Amerika Serikat selama lima tahun terakhir ini jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Filipina.
Paten dari Indonesia selama periode itu hanya sedikit di atas Vietnam, Myanmar dan Brunei Darussalam. Di antara delapan negara di kawasan Asean, posisi Indonesia, dalam hal jumlah paten ke AS, berada di urutan ke lima, sedangkan tiga terbawah adalah Vietnam, Myanmar dan Brunei Darussalam
Paten dari Indonesia ke Negara Paman Sam tersebut selama tahun 2010, menurut data United States Patent and Trademark Office (USPTO) hanya tercatat 6 permohonan. Angka itu memang naik 100% bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya ada 3 permohonan.
Jumlah permohonan paten dari Indonesia ke Negara Adidaya itu terlihat timpang sekali bila dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.
Menurut data USPTO itu, aplikasi paten dari Singapura pada tahun 2010 mencapai 603, Malaysia (202 aplikasi), Thailand (46 aplikasi), Filipina (37 aplikasi), Indonesia (6 aplikasi), Vietnam (2 aplikasi),sementara itu Myanmar dan Brunei Darusslam tidak satupun mengajukan aplikasi paten.
Nah… bila dibandingkan dengan Indonesia, yang notabene jumlah patennya hanya ada 6 permohonan pada tahun 2010, menunjukkan aktifivitas bisnis pengusaha Indonesia yang berbasis hak kekayaan intelektual (HaKI) di AS tersebut sangat kurang.
Bila dibandingkan jumlah permohonan paten lokal masing-masing negara di Asean seperti Singapua, Malaysia, Filipina dan Indonesia sebenarnya tidak jauh bebeda, namun untuk permohonan paten ke luar negeri Indonesia jauh tertinggal dibandingkan ketiga negara tersebut.
Menurut data Malaysia Intellectual Property Office (MyIPO), permohonan paten domestik Malaysia selama tahun 2010 mencapai 1.275, sedangkan permohonan paten asal Malaysia yang menuju ke AS mencapai 113 permohonan.
Di Indonesia, menurut data Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, permohonan paten asal domestik Indonesia selama tahun 2010 mencapai 760, sedangkan paten Indonesia yang dimohonkan ke AS hanya ada 6 aplikasi.
Bila dilihat dari angka permohonan paten domestik masing-masing negara antara Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda.
Artinya, inventor Indonesia cukup inovatif, akan tetapi untuk permohonan pendaftaran paten ke luar negeri, Indonesia sangat tertinggal dari segi jumlahnya.
Banyak atau sedikitnya permohonan paten identik dengan kemajuauan teknologi dan inovasi di suatu negara. Makin banyak permohonan paten, menunjukkan makin banyak pula invensi baru di suatu negara.
Invensi baru itu erat kaitan dengan riset dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga riset. Dana juga amat menentukan dalam riset.
Makin banyak riset dan pengembangan yang dilakukan, kemungkinan mendapat invensi baru juga cukup banyak.
Sekedar contoh saja, Siemens, sebagaimana dikutip dari situs Siemens.com, pada tahun 2010 perusahaan asal Jerman itu mengeluarkan dana 4 miliar euro untuk program riset dan pengembangan.
Mereka memiliki 42 lembaga riset yang tersebar di banyak negara dengan melibatkan perguruan tinggi dan lembaga riset lain.
Pada tahun lalu, Siemens berhasil memiliki 8.800 invensi baru atau 40 invensi setiap hari. Invensi itu dihasilkan oleh sekitar 10.000 karyawan di bidang riset dan pengembangan.
Contoh lain adalah perusahaan Jepang seperti Sony Corporation. Menurut laporan tahunan 2010, perusahaan elektronika itu mengeluarkan dana untuk riset sebanyak 432 miliar yen.
Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelektual (Aspeki), mengatakan perusahaan di luar negeri sudah biasa melakukan kolaborasi dengan lembaga riset dan perguruan tinggi untuk menghasilkan invensi baru.
Di Indonesia, menurut dia, kolaborasi seperti itu belum biasa. “Saya tidak tahu kenapa, tapi mungkin masalah kepercayaan saja,”katanya.
Sudarmanto mengemukakan bahwa tidak mudah melakukan kolaborasi seperti itu. “Dulu kita pernah mengusulkan kepada pemerintah pola kerja sama antara perusahaan swasta dan peneliti, tapi belum berjalan,”ujarnya.
Usulan pola kerja sama itu, jelasnya, adalah menggunkakan dana APBN dengan menempatkan tenaga peneliti di perusahaan swasta. “Mereka digaji oleh pemerintah, perusahaan swasta tidak usah memberi apa-apa kepada peneliti, kecuali penggunaan laboratorium milik swasta untuk kepentingan riset. Pola seperti itu pun tidak jalan,”katanya.
Dia mengakui banyak kelemahahan dengan pola seperti itu antara lain ada kekhawatiran dari perusahaan setelah tenaga peneliti keluar, maka rahasia perusahan ikut dibawa.
Dia mengatakan bahwa ada perusahaan multinasional berkolaborasi dengan perguruan tinggi di Indonesia untuk melakukan riset guna menghasilkan paten sesuai dengan kebutuhan pasar.
“Huawei Technologies sudah ada kerja sama dengan ITB. Saya heran perusahaan multinasional percaya kepada lembaga riset dan perguruan tinggi di Indonesia, sementara perusahaan nasional belum percaya kepada pergurian tinggi di dalam negeri,”katanya. (soe/artikel ini juga diterbitkan di Bisnis Indonesia edisi, 16 Juni 2011)

Selasa, 07 Juni 2011

Inilah 25 perusahaan terbanyak aplikasi paten ke Eropa

JAKARTA: Kehebatan negara di Eropa, Amerika Serikat dan Jepang di bidang teknologi di dunia tidak diragukan lagi.
Kehebatan mereka tersebut bisa dilihat dari jumlah permohonan pendaftaran paten yang diajukan oleh inventor atau perusahaan kepada kantor paten Eropa (European Patent Office/EPO).
Paten tersebut mengindikasikan banyak temuan-temuan baru yang dihasilkan oleh perusahaan di bidang teknologi.
Perusahaan asal Jepang mencatatkan tujuh perusahaannya dalam 25 besar pemohon paten terbanyak ke EPO, sedangkan negara di Eropa ada 8 perusahaan.
Menurut data yang dirilis oleh EPO pada akhir bulan lalu, perusahaan dari tiga negara tersebut mendominasi atau masuk 25 permohonan terbanyak pendaftaran paten yang diajukan melalui kantor paten Eropa (European Patent Office).
Nama-nama perusahaan tersebut sudah tidak asing dan sudah sangat familiar di kalangan konsumen karena produknya begitu menguasi pasar dan sangat dekat konsumen.
Menurut data EPO, perusahaan Siemens selama tahun lalu mengajukan permohonan pendaftaran paten sebanyak 2.135, sehingga menempatkan perusahaaan asal Jerman tersebut diurutan paling atas sebagai pemohon terbanyak paten ke Eropa.
Ditempat kedua adalah perusahaan asal Belanda Philips. Perusahaan itu mengajukan permohonan pendaftaran paten ke EPO sebanyak 1.765, sedangkan di urutan ketiga adalah perusahaan dari Jerman BASF yang mengajukan permohonan pendaftaran paten sebanyak 1.707.
Berikut adalah urutan keempat sampai dengan 25 perusahaan terbanyak mengajukan permohonan paten ke EPO yaitu Samsung (1.691), Qualcomm (1,682), Panasonisc (1.400), Robert Bosch (1.400), Sony (1.286), LG (1.263), Bayer (1.123), Mitsubishi (1.096), Ericsson (1.095), General Electric (1.084), Research in Motion (907), Hoffman La-Roche (811), Alcatel (773), Hitachi (741), Huawei (730), 3M (710), Johnson & Johnson (709), EADS (686), Canon (653), Toyota (651), Fujitsu (642), Honeywell (642).
Menurut data yang dirilis oleh EPO, jumlah permohonan paten dari berbagai negara di dunia yang ditujukan ke EPO pada tahun 2010 meningkat 11% bila dibandingkan dengan tahun 2009.
Pada tahun lalu, EPO menerima 235.000 permohonan pendaftaran paten, sedangkan tahun sebelumnya adalah 211.300. Angka tersebut merupakan jumlah permohonan paten tertinggi tercatat dalam sejarah 34 tahun kantor itu berdiri.
Sampai tahun 2007, pertumbuhan permohonan pendaftaran paten sudah stabil, tetapi setahun kemudian melambat lagi dan bahkan terus turun sampai pada tahun 2009 akibat akibat dari resesi. “Angka-angka yang jelas: pertumbuhan kembali," kata Presiden EPO BenoĆ®t Battistelli.
Pada tahun 2010, jelasnya, terjadi peningkatan permintaan untuk perlindungan paten dari setiap wilayah di dunia. “Setelah kemerosotan dua tahun, Uni Eropa dan AS hampir kembali ke tingkat mereka dari sebelum krisis. Hal ini dikombinasikan dengan peningkatan besar-besaran permohonan paten dari Asia yang dipimpin oleh Cina,”katanya. (soe)