PINDAH KE

www.patenindonesia.com

Rabu, 29 Juni 2011

Perusahaan Jepang dan Jerman dominasi paten ke AS

JAKARTA: Perusahaan asal Jepang dan Jerman sudah sejak lama terkenal dengan kemajuan teknologinya. Hal itu bisa dilihat dari aplikasi pendaftaran permohonan paten ke Amerika Serikat.
Perusahaan Jepang menempati urutuan paling atas dalam hal jumlah permohonan pendaftaran paten ke Negara Paman Sam itu, sedangkan perusahaan Jerman berada di urutan kedua.
Menurut data United States Patent and Trademark Office (USPTO), permohonan paten dari Jepang ke AS selama tahun 2010 mencapai 44.811, sedangkan Jerman mengajukan 12.363 aplikasi paten.
Dua negara di Asia yang belakangan ini sangat inovatif yaitu Korea Selatan dan China juga menunjukan kemajuan luar biasa dalam hal invensi baru. Permohonan paten Korsel ke AS juga cukup tinggi, begitu pula dengan China.
Aplikasi paten dari perusahaan asal Korsel menuju pasar AS pada tahun 2010 mencapai 11.671, sedangkan tahun 2009 hanya ada 8.762 permohonan.
Begitu pula dengan perusahaan asal China selama tahun 2010 mengajukan permohonan pendaftaran paten ke AS sebanyak 2.657, sedangkan tahun 2009 hanya 1.655.
China dulu terkenal sebagai salah negara pelanggar berat hak kekayaan intelektual di mata Amerika Serikat dengan cara menjiplak, membajak atau meniru habis-habisan teknologi dari Barat.
Akan tetapi, sekarang Negeri Panda tersebut mulai bangkit dengan melakukan banyak riset dan pengembangan, sehingga banyak perushaaan di China menghasilkan invensi baru.
Banyak atau sedikitnya permohonan paten identik dengan kemajuauan teknologi dan inovasi di suatu negara. Makin banyak permohonan paten, menunjukan makin banyak pula invensi baru di suatu negara.
Invensi baru itu erat kaitan dengan riset dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga riset. Dana juga amat menentukan dalam riset.
Makin banyak riset dan pengembangan yang dilakukan, kemungkinan mendapat invensi baru juga cukup banyak.
Sekedar contoh saja, Siemens, sebagaimana dikutip dari situs Siemens.com, pada tahun 2010, perusahaan asal Jerman itu mengeluarkan dana 4 miliar euro untuk program riset dan pengembangan.
Perusahaan itu memiliki 42 lembaga riset yang tersebar di banyak negara dengan melibatkan perguruan tinggi dan lembaga riset lain.
Pada tahun lalu, Siemens berhasil memiliki 8.800 invensi baru atau 40 invensi setiap hari. Invensi itu dihasilkan oleh sekitar 10.000 karyawan di bidang riset dan pengembangan.
Contoh lain adalah perusahaan Jepang seperti Sony Corporation. Menurut laporan tahunan 2010, perusahaan elektronika itu mengeluarkan dana untuk riset sebanyak 432 miliar yen.
Huawei Technologie dan ZTE Corporation , dua perusahaan teknologi infromasi China mampu sejajar dengan perusahaan lain di bidang teknologi informasi seperti Jepang dan Amerika Serikat.
Dua perusahaan itu berhasil melakukan terobosan dengan invensi baru di bidang teknologi telekomunikasi berkat riset dan pengembangan yang mereka lakukan.
Menurut laporan tahunan Huawei Technologies tahun 2010 yang dikutip melalui situs Huawei.com, sekitar 46% dari 51,000 karyawannya bekerja di bidang riset dan pengembangan.
Perusahaan tersebut juga memiliki 20 lembaga riset yang tersebar di banyak negara di dunia seperti AS, Jerman, Swedia, Rusia, India dan lain-lain, sedangkan dana riset dan pengembangan selama tahun 2010 mencapai 16,556 miliar???, meningkat 24% bila dibandingkan dengan tahun 2009.
Menurut data World Intellectual Property Organization (WIPO) yang dirilis pada Maret, selama tahun 2010, Huawei berhasil masuk dalam lima besar perusahaan pemohon paten melalui WIPO di Jenewa, Swiss.
Pada tahun 2010, Huawei menempati urutan ketiga pemohon paten terbanyak melalui WIPO. Posisi pertama yaitu Panasonic Corporation (Jepang) dengan jumlah paten mencapai 2.154, sedangkan posisi kedua adalah ZTE Corporation sebanyak 1.863 paten.
Banyaknya permohonan paten dari Huawei Technologie Co. Ltd maupun ZTE Corporation itu menunjukkan bahwa perusahaan China tersebut berhasil di bidang teknologi informasi.(soe)

Kamis, 16 Juni 2011

Aplikasi paten Indonesia ke AS tertinggal di antara Asean

JAKARTA: Jumlah permohonan pendaftaran paten dari Indonesia ke Amerika Serikat selama lima tahun terakhir ini jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Filipina.
Paten dari Indonesia selama periode itu hanya sedikit di atas Vietnam, Myanmar dan Brunei Darussalam. Di antara delapan negara di kawasan Asean, posisi Indonesia, dalam hal jumlah paten ke AS, berada di urutan ke lima, sedangkan tiga terbawah adalah Vietnam, Myanmar dan Brunei Darussalam
Paten dari Indonesia ke Negara Paman Sam tersebut selama tahun 2010, menurut data United States Patent and Trademark Office (USPTO) hanya tercatat 6 permohonan. Angka itu memang naik 100% bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya ada 3 permohonan.
Jumlah permohonan paten dari Indonesia ke Negara Adidaya itu terlihat timpang sekali bila dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.
Menurut data USPTO itu, aplikasi paten dari Singapura pada tahun 2010 mencapai 603, Malaysia (202 aplikasi), Thailand (46 aplikasi), Filipina (37 aplikasi), Indonesia (6 aplikasi), Vietnam (2 aplikasi),sementara itu Myanmar dan Brunei Darusslam tidak satupun mengajukan aplikasi paten.
Nah… bila dibandingkan dengan Indonesia, yang notabene jumlah patennya hanya ada 6 permohonan pada tahun 2010, menunjukkan aktifivitas bisnis pengusaha Indonesia yang berbasis hak kekayaan intelektual (HaKI) di AS tersebut sangat kurang.
Bila dibandingkan jumlah permohonan paten lokal masing-masing negara di Asean seperti Singapua, Malaysia, Filipina dan Indonesia sebenarnya tidak jauh bebeda, namun untuk permohonan paten ke luar negeri Indonesia jauh tertinggal dibandingkan ketiga negara tersebut.
Menurut data Malaysia Intellectual Property Office (MyIPO), permohonan paten domestik Malaysia selama tahun 2010 mencapai 1.275, sedangkan permohonan paten asal Malaysia yang menuju ke AS mencapai 113 permohonan.
Di Indonesia, menurut data Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, permohonan paten asal domestik Indonesia selama tahun 2010 mencapai 760, sedangkan paten Indonesia yang dimohonkan ke AS hanya ada 6 aplikasi.
Bila dilihat dari angka permohonan paten domestik masing-masing negara antara Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda.
Artinya, inventor Indonesia cukup inovatif, akan tetapi untuk permohonan pendaftaran paten ke luar negeri, Indonesia sangat tertinggal dari segi jumlahnya.
Banyak atau sedikitnya permohonan paten identik dengan kemajuauan teknologi dan inovasi di suatu negara. Makin banyak permohonan paten, menunjukkan makin banyak pula invensi baru di suatu negara.
Invensi baru itu erat kaitan dengan riset dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga riset. Dana juga amat menentukan dalam riset.
Makin banyak riset dan pengembangan yang dilakukan, kemungkinan mendapat invensi baru juga cukup banyak.
Sekedar contoh saja, Siemens, sebagaimana dikutip dari situs Siemens.com, pada tahun 2010 perusahaan asal Jerman itu mengeluarkan dana 4 miliar euro untuk program riset dan pengembangan.
Mereka memiliki 42 lembaga riset yang tersebar di banyak negara dengan melibatkan perguruan tinggi dan lembaga riset lain.
Pada tahun lalu, Siemens berhasil memiliki 8.800 invensi baru atau 40 invensi setiap hari. Invensi itu dihasilkan oleh sekitar 10.000 karyawan di bidang riset dan pengembangan.
Contoh lain adalah perusahaan Jepang seperti Sony Corporation. Menurut laporan tahunan 2010, perusahaan elektronika itu mengeluarkan dana untuk riset sebanyak 432 miliar yen.
Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelektual (Aspeki), mengatakan perusahaan di luar negeri sudah biasa melakukan kolaborasi dengan lembaga riset dan perguruan tinggi untuk menghasilkan invensi baru.
Di Indonesia, menurut dia, kolaborasi seperti itu belum biasa. “Saya tidak tahu kenapa, tapi mungkin masalah kepercayaan saja,”katanya.
Sudarmanto mengemukakan bahwa tidak mudah melakukan kolaborasi seperti itu. “Dulu kita pernah mengusulkan kepada pemerintah pola kerja sama antara perusahaan swasta dan peneliti, tapi belum berjalan,”ujarnya.
Usulan pola kerja sama itu, jelasnya, adalah menggunkakan dana APBN dengan menempatkan tenaga peneliti di perusahaan swasta. “Mereka digaji oleh pemerintah, perusahaan swasta tidak usah memberi apa-apa kepada peneliti, kecuali penggunaan laboratorium milik swasta untuk kepentingan riset. Pola seperti itu pun tidak jalan,”katanya.
Dia mengakui banyak kelemahahan dengan pola seperti itu antara lain ada kekhawatiran dari perusahaan setelah tenaga peneliti keluar, maka rahasia perusahan ikut dibawa.
Dia mengatakan bahwa ada perusahaan multinasional berkolaborasi dengan perguruan tinggi di Indonesia untuk melakukan riset guna menghasilkan paten sesuai dengan kebutuhan pasar.
“Huawei Technologies sudah ada kerja sama dengan ITB. Saya heran perusahaan multinasional percaya kepada lembaga riset dan perguruan tinggi di Indonesia, sementara perusahaan nasional belum percaya kepada pergurian tinggi di dalam negeri,”katanya. (soe/artikel ini juga diterbitkan di Bisnis Indonesia edisi, 16 Juni 2011)

Selasa, 07 Juni 2011

Inilah 25 perusahaan terbanyak aplikasi paten ke Eropa

JAKARTA: Kehebatan negara di Eropa, Amerika Serikat dan Jepang di bidang teknologi di dunia tidak diragukan lagi.
Kehebatan mereka tersebut bisa dilihat dari jumlah permohonan pendaftaran paten yang diajukan oleh inventor atau perusahaan kepada kantor paten Eropa (European Patent Office/EPO).
Paten tersebut mengindikasikan banyak temuan-temuan baru yang dihasilkan oleh perusahaan di bidang teknologi.
Perusahaan asal Jepang mencatatkan tujuh perusahaannya dalam 25 besar pemohon paten terbanyak ke EPO, sedangkan negara di Eropa ada 8 perusahaan.
Menurut data yang dirilis oleh EPO pada akhir bulan lalu, perusahaan dari tiga negara tersebut mendominasi atau masuk 25 permohonan terbanyak pendaftaran paten yang diajukan melalui kantor paten Eropa (European Patent Office).
Nama-nama perusahaan tersebut sudah tidak asing dan sudah sangat familiar di kalangan konsumen karena produknya begitu menguasi pasar dan sangat dekat konsumen.
Menurut data EPO, perusahaan Siemens selama tahun lalu mengajukan permohonan pendaftaran paten sebanyak 2.135, sehingga menempatkan perusahaaan asal Jerman tersebut diurutan paling atas sebagai pemohon terbanyak paten ke Eropa.
Ditempat kedua adalah perusahaan asal Belanda Philips. Perusahaan itu mengajukan permohonan pendaftaran paten ke EPO sebanyak 1.765, sedangkan di urutan ketiga adalah perusahaan dari Jerman BASF yang mengajukan permohonan pendaftaran paten sebanyak 1.707.
Berikut adalah urutan keempat sampai dengan 25 perusahaan terbanyak mengajukan permohonan paten ke EPO yaitu Samsung (1.691), Qualcomm (1,682), Panasonisc (1.400), Robert Bosch (1.400), Sony (1.286), LG (1.263), Bayer (1.123), Mitsubishi (1.096), Ericsson (1.095), General Electric (1.084), Research in Motion (907), Hoffman La-Roche (811), Alcatel (773), Hitachi (741), Huawei (730), 3M (710), Johnson & Johnson (709), EADS (686), Canon (653), Toyota (651), Fujitsu (642), Honeywell (642).
Menurut data yang dirilis oleh EPO, jumlah permohonan paten dari berbagai negara di dunia yang ditujukan ke EPO pada tahun 2010 meningkat 11% bila dibandingkan dengan tahun 2009.
Pada tahun lalu, EPO menerima 235.000 permohonan pendaftaran paten, sedangkan tahun sebelumnya adalah 211.300. Angka tersebut merupakan jumlah permohonan paten tertinggi tercatat dalam sejarah 34 tahun kantor itu berdiri.
Sampai tahun 2007, pertumbuhan permohonan pendaftaran paten sudah stabil, tetapi setahun kemudian melambat lagi dan bahkan terus turun sampai pada tahun 2009 akibat akibat dari resesi. “Angka-angka yang jelas: pertumbuhan kembali," kata Presiden EPO BenoĆ®t Battistelli.
Pada tahun 2010, jelasnya, terjadi peningkatan permintaan untuk perlindungan paten dari setiap wilayah di dunia. “Setelah kemerosotan dua tahun, Uni Eropa dan AS hampir kembali ke tingkat mereka dari sebelum krisis. Hal ini dikombinasikan dengan peningkatan besar-besaran permohonan paten dari Asia yang dipimpin oleh Cina,”katanya. (soe)

Selasa, 24 Mei 2011

Universitas AS dominasi permohonan paten ke WIPO

JAKARTA: Bila kita bertanya universitas mana di dunia yang paling banyak mengajukan permohonan paten selama tahun 2010? Jawabannya adalah universitas di Amerika Serikat.
Jawaban itu berdasarkan atas hasil permohonan yang diajukan oleh sejumlah universitas di seluruh dunia ke WIPO di Jenewa, Swiss.
Menurut data yang dirilis oleh WIPO pada 9 Februari 2011, dari 50 besar universitas pemohon paten, 30 berasal dari universitas AS, Jepang (10 universitas), Korsel ada 5 universitas, sedangkan universitas dari negara di Asean tidak satupun yang berhasil masuk dalam 50 besar pemohon paten ke WIPO.
Salah satu universitas terkenal di Singapura yaitu National University of Singapore juga belum masuk dalam 50 besar unversitas pemohon paten ke WIPO.
Sekedar contoh saja, Universitas of California selama tahun 2010 mengajukan permohonan pendaftaran paten melalui WIPO sebanyak 306. Universitas Tokyo yang masuk dalam lima besar pemohon paten mengajukan permohonan pendaftaran sebanyak 105.
Banyaknya pengajuan permohona paten dari universitas tersebut mengindikasikan bahwa riset dan pengembangan di kampus tersebut sangat maju.
Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelektual (Aspeki), Sudarmanto, mengemukakan unggulnya universitas di negara maju dalam hal paten merupakan hal yang wajar. Banyak universitas di negara maju menjadi pusat riset untuk menghasilkan paten.
Universitas di dalam negeri, kata Sudarmanto, kini sudah mulai melek paten. “Beberapa universitas sudah memberikan insentif kepada periset untuk melakukan penelitian supaya menghasilkan paten. Ini merupkakan kebijakan yang sangat tepat,”kata Sudarmanto.
Aspeki adalah satu lembaga beranggotakan lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang) seluruh departemen dan sentra HaKI (hak atas kekayaan intelektual) yang tersebar di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Sudarmanto mengemukan bahwa setiap tahun satu perguruan tinggi bisa memberikan insentif untuk 10 penelitian yang berorientasi untuk menghasilkan paten. “Memang belum tentu semua hasil penelitian itu bisa didaftarkan sebagai paten, tapi itu sudah merupakan satu langkah maju,”katanya.
Menurut dia, problem yang dihadapi oleh peneliti individu saat ini adalah hasil peneltian mereka yang sudah dipatenkan tidak ada tarikan pasarnya. Artinya, paten itu belum diaplikasikan ke industri karena mereka tidak mengetahui ke mana paten itu dipasarkan.
Selain itu, dia juga mengharapkan supaya Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM supaya dapat mempercepat proses pemeriksaan permohonan paten dari universitas.
“Percepatan proses pemeriksaan itu diperlukan guna mendorong dan mendukung mereka untuk melakukakan riset-riset yang berorientasi pasar,”katanya.
Berikut 15 besar universitas pemohon paten di dunia melalui WIPO 2010:
The University of California, AS (306 permohonan),Massachusetts Institute of Technology, AS (145 permohonan),The University of Texas System, AS (115 permohonan),University of Florida, AS (107 permohonan, University of Tokyo, Jepang (105 permohonan), The Trustees of Columbia University, AS (91 permohonan, Harvard College, AS (91 permohonan),The John Hopkins University, AS (99 permohonan),SNU R&DB Foundation, Korsel (86 permohonan),Arizona Board of Regents, AS (80 permohonan), The University of Michigan, AS (79 permohonan),The University of Pennsylvania, AS (75 permohonan), Cornell University, AS (71 permohonan),Osaka University, Jepang (60 permohonan),University of Utah Research Foundation, AS (59 permohonan)

Senin, 23 Mei 2011

Sengketa nama domain cenderung meningkat di dunia

JAKARTA: Sengketa merek yang didaftarkan sebagai nama domain (domain name) oleh pihak yang tidak berhak atau tanpa izin dari pemilik merek cenderung meningkat di dunia.
Peningkatan perkara tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus yang masuk ke WIPO Arbitration and Mediation Centre (WIPO Centre), di Jenewa Swiss.
Menurut data yang dirilis oleh WIPO pada 31 Maret 2011, jumlah kasus yang diajukan oleh pemilik merek yang keberatan atas pendaftaran nama domain yang mirip atau memiliki persamaan dengan merek pemilik pada tahun 2010 mencapai 2.696 kasus.
Jumlah perkara tersebut meningkat sebesar 28% bila dibandingkan dengan perkara yang masuk ke WIPO Centre pada tahun 2009, yang hanya mencapai 2.107.
Perkara tersebut datang dari seluruh dunia. Pada waktu mula lembaga tersebut dibentuk pada tahun 2000, hanya tercatat 1.857 kasus yang masuk ke WIPO Centre, setahun kemudian turun menjadi menjadi 1.557.
Pada tahun 2002, perkara turun lagi menjadi 1.207. pada tahun 2003 tercatat 1.100, tahun 2004 (1.176), tahun 2005 (1.156), tahun 2006 (1.824), 2007 (2.156), tahun 2008 (2.329), tahun 2009 (2.107), sedangkan tahun 2010 naik lagi menjadi 2.696 perkara.
WIPO telah membentuk satu mekanisme penyelesaian yang seragam atas penyalahgunaan pendaftaran merek dagang atau merek jasa yang didaftarkan sebagai nama domain tanpa izin dari pemilik merek. Penyelesaian sengketa semacam itu ditangani badan WIPO Arbitration and Media Centre (WIPO Centre).
Mekanisme itu mendapat persetujuan dari Internet Corporation for Assignment names and Number (ICANN) pada 26 Agustus 1999 dan mulai berlaku efektif 1 Desember 1999.
Menurut data WIPO, kasus-kasus yang diajukan ke WIPO Centre diputus oleh 327 panelis yang berasal dari 57 negara.
Cyberquatter adalah orang yang mendaftarkan nama domain yang mirip atau sama dengan merek orang lain tanpa izin dari pemilik merek.
Banyak perusahaan ternama dan artis terkenal di dunia yang pernah berperkara dengan para cyberquatter. Sekedar contoh adalah artis ternama Julia Robert, Tom Cruise, begitu juga dengan perusahaan terkenal seperti Research in Motion Limited dan Apple Inc dan lain-lain.
Julia Robert termasuk artis yang paling awal memperkarakan pendaftaran nama domain yang menggunakan namanya pada tahun 2000. Orang yang mendaftarkkan nama Julia Roberts sebagai nama domain adalah Russel Boyd. Boyd mendaftarkan juliaroberts.com pada 9 November 1998.
Artis Hollywood tersebut tidak dapat meenerima namanya didaftarkan sebagai nama domain oleh pihak lain, apalagi pendaftaran itu tanpa izin.
Julia Robert berargumen bahwa pendaftaran nama domain yang menggunakan namanya didasarkan atas dasar itikad tidak baik.
Julia Robert pun mengambil tindakan hukum dengan cara mengajukan gugatan melalui WIPO Arbitration dan Meditioan Center pada 25 Maret 2000.
Dasar gugatan Julia Robert adalah pendaftaran nama domain juliaroberts.com oleh Russel Boyd itu atas dasar itikad tidak baik dan dilakukan oleh orang yang tidak berhak karena nama domain tersebut sama dengan nama Julia Robert.
WIPO Centre kemudian membentuk panel yang beranggotakan tiga orang. Mereka adalah Richard W Page, Sallym Abel dan James Bridgemann.
Panelis juga memberikan kesempatan kepada tergugat untuk melakukan bela diri atas tuduhan penggugat. Namun, akhirnya pada 29 Mei 2000 panelis memutuskan bahwa nama domain juliaroberts.com harus dialihkan kepada Julia Roberts. Artinya, artis Julia Robert menang dala perkara itu.
Banyak kasus lain yang berkaitan dengan sengketa nama domain. Pada tahun 2011, Apple Inc. terpaksa menggugat Tarik Toluney karena dia telah mendaftarkan nama domain yang mirip dengan nama Apple yaitu appleosxlion.com.
Setelah WIPO Centre menerima pengaduan, kemudian membentuk panel untuk memeriksa perkara itu. Panelis akhirnya memutuskan bahwa nama domain tersebut harus dialihkan ke Apple Inc.
Begitu juga dengan kasus yang dialami oleh Research in Motion Limited (RIM).
RIM pada tahun 2011 juga mengambil langkah hukum terhadap Domain Administratur dari China karena mendaftarkan nama domain blackberrybridge.com.
Selain itu, pada tahun 2011 ini juga ada gugatan dari Hermes International, perusahaan Perancis terhadap YuanYuan/Deng Yuan (China) karena mendaftarkan nama domain hermescopy.com. Semua penggugat dalam kasus tersebut berhasil memenangkan perkara mereka.
Sistem penyelesaian sengketa melalui WIPO Centre adalah dengan membentuk sebuah panel beranggotakan satu atau tiga orang ahli yang diangkat oleh WIPO Arbitration and Media Centre.
Dengan sistem itu, biaya penyelesaian sengketa relatif lebih murah dan cepat.
Waktu penyelesaian perkara nama domain melalui WIPO Centre sekitar 3 bulan, sedangkan biayanya, menurut data WIPO berkisar US$1.500-US$2.000 apabila menggunakan panelis tunggal, sedangkan bila menggunakan tiga panelis, maka fee-nya berkisar US$4.000-US$5.000. (soe)

Kamis, 19 Mei 2011

UKM, PT dan SMK dapat insentif biaya pendaftaran HaKI

JAKARTA: Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM menyiapkan insentif biaya pendaftaran hak kekayaan intelektual (HaKI) milik Usaha Kecil Menengah, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan pergururn tinggi (PT).
Menurut Yuslisarningsih, Direktur Merek, Ditien Hak Kekayaan Intlektual, insentif tersebut dialokasikan mulai tahun ini. “Insya Allah nanti setiap tahun Ditjen Hak Kekayaan intelektual akan mengalokasikan dana insentif biaya pendaftaran HaKI milik UKM, sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi,”katanya.
Yuslisar menjelaskan bahwa tidak semua biaya pendaftaran HaKI milik UKM dan perguruan diberi insentif. ‘”Kita nanti akan seleksi mana yang pantas mendapat insentif, harus ada kriterianya,” katanya.
Kriteria bagi UKM, sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi yang layak mendapat insentif pendaftaran HaKI, jelasnya masih dibahas.“Harus ada kriterianya, jangan sampai nanti ngaku-ngaku UKM untuk mendapatkan insentif biaya pendaftaran HaKI,”ujarnya.
Insentif tersebut, jelasnya, bertujuan untuk membantu sektor UKM, sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi supaya tidak membebankan mereka dalam biaya pendaftaran HaKI.
Menurut data Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, jumlah permohonan pendaftaran merek sejak tahun 2009 cenderung meningkat.
Pada tahun 2009, jumlah permohonan pendaftaran merek mencapai 56.291, setahun kemudian (2010) meningkat menjadi 60.186, sedangkan selama tiga bulan tahun 2011 ini sudah mencapai 15.684.
Permohonan pendaftaran paten pada tahun 2009 tercatat 4.803, sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 5.652. Selama tiga bulan tahun ini saja sudah tercatat sebanyak 1.410 permohonan, akan tetapi dari semua jumlah permohonan tersebut tidak dirinci berapa permohonan dari sektor UKM
Sementara itu jumlah permohonan pendaftaran desain industri sektor UKM selama tahun 2010 mencapai 31, sedangkan selama tiga bulan tahun ini hanya ada 2 permohonan pendaftaran desain industri yang berasal dari sektor UKM.
Sementara itu Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola hak kekayaan intelektual (Aspeki), mengemukan sah-sah saja insentif untuk biaya pendaftaran HaKI bagi UKM, sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi.
Sekrang, jelasnya, juga ada diskon sebesar 50% bagi UKM untuk mendaftarkan HaKI. “Itu diatur dalam PP, yang intinya menyebutkan pendaftaran HaKI milik UKM mendapatkan keringanan biaya 50%,”ujarnya.
Sudarmanto menjelaskan bahwa persoalan yang dihadapi oleh UKM saat ini adalah soal kurangnya kepedulian dan pemahaman mereka akan pentingnya HaKI.
“Para UKM itu baru peduli setelah hak mereka seperti hak cipta, paten, merek atau desain industri menjadi perkara. Selain itu, proses untuk mendapatkan sertifikat HaKI juga lama, “katanya.

Selasa, 17 Mei 2011

Ikan bilih Singkarak bisa didaftarkan ke Ditjen HaKI

JAKARTA: Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM mengemukakan bahwa produk ikan bilih Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat memenuhi syarat sebagai produk indikai geografis.
Menurut Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, pihaknya sudah melakukan survai ke Danau Singkarak sejak lima bulan lalu.
Survai tersebut, kata Saky, tidak saja dilakukan terhadap ikan bilih Danau Singkarak, tapi juga ikan di Danau Maninjau. “Produk ikan bilih Danau Singkarak memenuhi syarat sebagai produk indikasi geografis, sehingga layak didaftarkan ke Ditjen Hak Kekayaan Intlektual,”katanya.
Menurut dia, Pemda setempat sangat merespon dan menyiapkan persyaratan sebelum didaftarkan ke Ditjen HaKI. “Pemda cukup respon dan mereka sangat ingin sekali mendaftarkan ikan bilih Danau Singkarak tersebut,”katanya.
Secara resmi, katanya, Pemda setempat belum lagi mendaftarkan produk ikan bilih. Mereka masih dalam persiapan persyaratan seperti pembuatan buku persyaratan dan pembentukan organisasinya.
Ikan bilih hidup di Danau Singkarak. Ikan itu merupakan species yang langka. Danau Singkarak terletak di dua kabupaten Provinsi Sumatera Barat yaitu Kabupaten Solok dan Kebupaten Tanah Datar.
Luas permukaan air Danau Singkarak mencapai 11.200 hektar dengan panjang maksimum 20 kilometer dan lebar 6,5 kilometer dan kedalaman 268 meter.
Danau itu terluas ke dua di Pulau Sumatera setelah Danau Toba di Sumatera Utara.
Saky, mengemukakan bahwa pihak Ditjen Hak Kekayaan Intelektual kini terus melakukan sosialsiasi kepada pemda yang memiliki potensi penghasil produk indikasi geografis, tidak saja produk perkebunan, tapi juga produk perikanan. “Potensi kita sangat besar, tinggal kemauan dari Pemda untuk mendaftarkannya,”katanya.
Dia mengungkapkan bahwa sejak pemerintah mulai menerima pendaftaan produk indikasi geografis pada September 2007 hingga kini sudah ada tujuh sertifikat indikasi geografis asal dalam negeri yang diterbitkan.
Produk tersebut adalah Kopi Gayo (Nanggroe Aceh Darussalam), lada putih Muntok (Bangka), ukir Jepara (Jawa Tengah), Kopi Arabika Kintamani (Bali), Tembakau Mole dan Tembakau Hitam dari Sumedang, Jawa Barat.
“Tembakau Mole dan Tembakau Hitam Sumedang baru saja menerima sertifikat indikasi geografis dari pemerintah,”katanya.
Pada 2009, hanya ada satu sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah yaitu untuk produk indikasi geografis kopi Arabika Kintamani Bali.
Tahun 2010 memiliki catatan tersendiri bagi Ditjen Hak Kekayaan Intelektual karena selama tahun 2010 berhasil menerbitkan empat sertifikat produk indikasi geogrfis, sedangkan sampai Mei tahun 2011 baru ada dua sertifikat yaitu Tembakau Mole dan Tembakau Hitam Sumedang, Jawa Barat.
Saky mengakui bahwa permohonan pendaftaan indikasi geografis dari dalam negeri hingga kini masih sedikit. Padahal, tegas Saky, potensi yang dimiliki oleh Indonesia sangat besar.
”Banyak komoditas perkebunan dan pertanian Indonesia yang memiliki potensi didaftarkan sebagai produk indikasi geografis,” katanya.
Menurut Saky, tidak saja produk perkebunan yang bisa didaftarkan, tapi juga produk hasil kerajinan dan perikanan. “Bandeng asap Sidoarjo juga sudah didaftarkan, tapi masih dalam proses,”katanya.
Dia mengakui masih banyak masyarakat kurang paham tentang manfaat pendaftaran indikasi geografis. ”Pendaftaran produk itu akan memberikan nilai tambah dan keuntungan kepada para stake holders yang terlibat seperti petani dan eksportir.”
Selain itu, katanya, pendaftaran produk berindikasi geografis itu juga merupakan bagian dari strategi marketing, sehingga produknya bisa lebih mahal dari produk sejenis.
Yang lebih penting, ujarnya, bila produk sudah terdaftar, tidak boleh sembarang orang menempelkan label pada produk itu.
Konsumen, menurut dia, bersedia membeli harga komoditas bersertifikat indikasi geografis lebih mahal karena sudah ada standar kualitas dan keunikan dari produk itu sendiri. (soe)

Minggu, 08 Mei 2011

Negara-negara tujuan pendaftaran merek di dunia

JAKARTA: China kini sudah menjadi tujuan bagi pengusaha di seluruh dunia untuk mendaftarkan merek dagang/jasa mereka.
Pilihan China sebagai prioritas utama mendaftarkan merek antara lain didasarkan atas perkembangan dan potensi pasarnya yang sangat besar.
Menurut data yang dirilis oleh World Intellectual Property Organization (WIPO)pada 4 April 2011, selama tahun 2010, organisasi hak kekayaan intelektual sedunia itu menerima permohonan pendaftaran merek secara internasional berdasarkan Madrid System sebanyak 39.687, sedangkan tahun 2009 hanya ada 35.195.
Menurut data WIPO, Jerman menempati posisi paling atas dari segi jumlah permohonan pendaftaran merek yaitu sebanyak 5,006 atau mewakili 12,6% dari total pendaftaran.
Negara di Eropa tercatat sebagia ranking kedua dengan jumlah permohonan 4.707 atau meningkat 26,9% bila dibandingkan tahun 2009, sedangkan permohonan pendaftaran dari Amerika Serikat berada di posisi ketiga dengan permohonan 4.147 atau 10,4% dari total pendaftaran.
Jumlah pendaftaran merek ke WIPO sebanyak 39.687 itu berasal dari 85 negara anggota yang sudah meratifikasi konvensi Protokol Madrid.
Indonesia hingga kini belum lagi meratifikasi konvensi tersebtu, sehingga bila ada perusahaan asal Indonesia yang ingin menggunakan fasilitas pendaftaran merek secara internasional melalui WIPO tersebut belum bisa dilaksanakan.
Bila ada perushaan Indonesia ingin medaftarkan merek dagang/merek jasa mereka ke luar negeri, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan langsung ke masing-masing negara yang dituju.
Dari jumlah permohanan pendaftan merek sebanyak 39.687 tersebut, sebanyak 16.143 pemohonan atau 5,4% menunjuk negara China sebagai tujuan pendaftaran pertama, diikuti Eropa (14.604), Amerika Serikat (15.252), Rusia (14.252), Swiss (12.469), Jepang (11.124), Jepang (11.124), Australia (9.222), Korea Selatan (8.336), Ukrania (8.288) dan Turki (8.210).
Tingginya minat perusahaan mendaftarkan merek mereka di China menunjukan bahwa banyak pengusaha di dunia ingin menjalankan bisnis di China, sehingga sebelum memasuki negara tersebut, mereka memlih lebih dahulu mendaftarkan merek dagang/jasa mereka untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Selain China, negara di kawasan Asia yang menjadi tujuan pendaftaran merek adalah Jepang dan Korea Selatan dan Singapura.

Rabu, 04 Mei 2011

Lagi, Indonesia masuk priority watch list

JAKARTA: United States Trade Representative menempatkan kembali Indonesia dalam daftar negara pelanggar berat hak cipta atau priority watch list pada tahun 2011.
Menurut siaran pers USTR yang dirilis pada 2 Mei 2011, Indonesia berada dalam daftar itu bersama 11 negara lainnya. Mereka adalah China, Russia, Aljazair, Argentina, Kanada, Chile, India, Indonesia, Israel, Pakistan, Thailand, dan Venezuela.
Penempatan negara dalam daftar tersebut didasarkan evaluasi yang dilakukan oleh USTR, sehingga mereka sampai pada satu kesimpulan bahwa Indonesia begitu juga dengan negara yang masuk dalam daftar priority watch list dinilainya belum lagi memberikan perlindungan yang memadai terhadap hasil karya cipta milik pengusaha AS.
Menurut siaran pers tersebut, USTR melakukan review terhadap 77 negara mitra dagangnya di seluruh dunia. Dari jumlah itu sebanyak 42 negara masuk dalam daftar negara yang perlu diawasi oleh pemerintah AS terkait dengan perlindungan dan penegakan hukum hak citpa.
Dalam daftar priority watch list tahun 2011 ada 12 negara yaitu China, Russia, Aljazair, Argentina, Kanada, Chile, India, Indonesia, Israel, Pakistan, Thailand, and Venezuela.
Sedangkan yang masuk dalam watch list adalah Belarus, Bolivia, Brazil, Brunei Darussalam, Kolombia, Kostarica, Dominika, Ekuador, Mesir, Finlandia, Yunani, Guatemala, Itali, Jamaica, Kuwait, Lebanon, Malaysia, Meksiko, Norwegia, Peru, Filipina, Rumania, Spanyol, Tajikistan, Turki, Turkmenistan, Ukrania, Uzbekistan, Vietnam.
Di antara negara Asean, hanya dua negara yang masuk dalam priority watch list yaitu Indonesia dan Thailand, sedangkan Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, Filipina masuk dalam watch list.
Level priority watch list tersebut mengindikasikan tingkat pelanggaran hak cipta masih tinggi di negara tersebut, sehingga perlu mendapat prioritas untuk pengawasan.
Melihat daftar yang disusun oleh USTR tersebut, terlihat bahwa posisi Malaysia, Filipina, Vietnam dan Brunei Darussalam lebih baik dari Indonesia.
USTR setiap tahun, biasanya akhir April, menerbitkan daftar negara berkaitan dengan kepatuhan negara mitra dalam memberikan perlindungan dan menegakkan hukum di bidang hak kekayaan intelektual..
Ada tiga tingkatan daftar USTR. Level pertama, adalah priority foreign country. Negara yang masuk dalam list priority foreign country menunjukkan masalah tingkat pembajakan hak cipta sangat serius, sehingga bisa terkena sanksi perdagangan.
Level kedua priority watch list. Negara yang masuk dalam daftar ini menunjukkan tingkat pembajakan hak cipta masih tinggi, sehingga perlu mendapat pengawasan khusus oleh AS.
Level ketiga watch list. Negara yang masuk dalam daftar ini masih melakukan pelanggaran dan pembajakan hak cipta, tapi relatif lebih ringan dibanding priority watch list, sehingga negara yang masuk dalam daftar ini cukup diawasi saja.
Sementara itu Corrie Naryati, Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Rahasia daggn Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM merasa kaget Indonesia masuk lagi dalam priority watch list.
“Saya kecewa, kalau benar Indonesia dimasukkan dalam priority watch list. Saya sendiri belum baca, tapi kalau benar begitu, saya kecewa,”kata Corrie.
Menurut dia, pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai upaya semaksimal mungkin untuk menegakkan dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak cipta.
Pada hari peringatan hari HaKI sedunia belum lama ini, kata Corie, Indonesia jug sudah melakukan banyak rangkaian kegiatan berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. “Ini kan bukti bahwa Indonesia komit dan konsisten dalam bidang HaKI,”katanya.
Dia juga mempertanyakan kriteria yang ditetapkan oleh USTR untuk menempatkan Indonesia dalam prioritity watch list. “Pemerintah sudah maksimal dan berkoordinasi dengan penegak hukum untuk memberikan perlindungan dan penegakan hukum yang memadai, bahkan pemerintah Indonesia sudah memliki Timnas di bidang HaKI. Ini bentuk komitmen Indonesia,”ujarnya.
Sementara itu Justisiari P Kusmah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) berpendapat bahwa implikasi dari priority watch list adalah ke masalah bisnis.
Dengan priority watch list, jelas Justi, pemerintah Amerika Serikat memberi cap kepada Indonesia bahwa tingkat pelanggarah hak kekayaan intelektual cukup tinggi.
“Anda [investor AS] silakan investasi di Indonesia, tapi risikonya adalah pembajakan terhadap produk di pasar,”katanya.
Bagi Indonesia, jelasnya, sangat penting untuk memperbaiki level tersebut atau keluar dari daftar itu, mengingat dengan level itu membentuk citra Indonesia di mata investor asing buruk.
Dari sisi regulasi, kata Justi, yang juga praktisi hukum di bidang hak kekayaan intelektual, Indonesia sudah bagus, tidak buruk amat. Akan tetapi penegakan hukumnya yang masih perlu diperbaiki..
“Penegakan hukum di bidang HaKI jangan secara partial, tapi harus ada political will dari pemerintah. Pada waktu peringatan hari HaKI sedunia belum lama ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyatakan berantas pembajakan. Ini kan bentuk political will pemerintah sudah jelas, tinggal pelaksaannya di lapangan,”ujarnya.

Selasa, 03 Mei 2011

Perubahan delik di UU Hak Cipta dinilai langkah mundur

JAKARTA: Perubahan delik dalam revisi Undang Undang Hak Cipta berdampak pada kemunduran penegakan hukum di bidang hak cipta, sehingga dinilai tidak efektif dalam upaya pemerintah memberantas pembajakan.
Menurut Henry Sulistyo Budi, pakar di bidang hak atas kekayaan intelektual, penegakan hukum di bidang hak cipta akan menjadi mahal bila menggunakan delik aduan.
Dia memberi contoh, seorang pemilik hak cipta yang ingin menegakan atas pelanggaran haknya di beberapa kota besar seperti Medan, Bandung, Surabaya dan Makassar, maka mereka harus membuat laporan ke kota tersebut.
“Ini kan biaya tinggi bagi pencipta. Biaya perjalanan yang dikeluarkan untuk membuat laporan itu akan terasa berat, sehingga mereka lebih memilih mendiamkan saja pelanggaran atas hak ciptanya,”ujarnya pada acara diskusi bertajuk Ketiak harus memilih, asli vs palsu bajakan di Hotel Sahid Jakarta pada 28 April 2011.
Acara tersebut diselenggarakan oleh Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual ebkerja sama dengan Ditjen hak Kekayaan intlektual, Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka peringatan hari HaKI sedunia.
Bila banyak pemilik hak cipta berpikiran seperti itu, jelasnya, maka pembajakan atas karya cipta akan semakin merajalela.
“Upaya pemerintah untuk memberantas kejahatan di bidang cipta tidak akan efektif dan Indonesia akan terus dicap sebagai salah satu negara pelanggar berat hak cipta di dunia. Ini merupakan langkah mundur di bidang penegakan hak citpa di dalam negeri,”ujarnya.
Henry mengemukakan bahwa bagi pengusaha besar mungkin tidak masalalah membuat laporan pelanggaran hak citpa di beberapa kota besar karena mereka punya uang untuk itu.
Akan tetapi, ujarnya, bagaimana dengan pemilik atau pencipta pemula yang kurang memiliki dana.
“Bayangkan saja seorang pencipta tinggal di Jakarta, misalnya ingin membuat laporan pelanggaran hak cipta di Medan atau Makasar. Mereka kan harus mengeluarkan biaya perjalanan dan lainnya. Itupun tidak cukup sekali datang, tapi bisa sampai lima kali datang,”katanya.
Pemerintah kini melakukan revisi terhadap Undang Undang Hak Cipta (UU No.10/2002). Amendemen UU itu sudah masuk dalam Prolegnas (program legislasi nasional), namun belum tahu kapan dibahas di DPR.
UU Hak Cipt sekarang menggunakan delik biasa. Artinya, tanpa ada pengaduan dari pemilik atau pemegang hak cipta, polisi dapat melakukan penindakan.
Akan tetapi dengan perubahan delik dari biasa menjadi aduan , maka polisi tidak dapat bertindak tanpa adanya laporan atau pengaduan dari pemilik atau pemegang hak cipta. “Meskipun di depan mata polisi sendiri sudah jelas-jelas ada barang bajakan, tapi mereka tidak akan berbuat apa-apa bila tidak ada laporan,”kata Henry.
Sementara itu Justisiari Perdana Kusumah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), mengatakan sulit untuk menentukan sikap organisasi dalam rencana pemerintah untuk melakukan perubahan delik dari biasa menjadi aduan.

“Baik delik aduan maupun delik biasa sama-sama ada sisi positif dan negatifnya. Secara organisasi [AKHKI] saya belum bisa bersikap, tapi secara pendangan pribadi saya setuju dengan delik aduan itu,” katanya disela-sela acara tersebut.
Sisi positif delik biasa, ujarnya, polisi bisa langsung bergerak melakukan penindakan terhadap pelanggaran hak cipta tanpa menunggu laporan.
Akan tetapi, ujar Justi, yang juga seorang praktisi hukum di bidang HaKI, sisi negatifnya adalah sistem tersebut bisa dimanfaatkan oleh oknum untuk kepentingan sendiri.
Justi mengemukakakan bahwa sisi postif dari delik adaun adalah bahwa sipemilik atau pemegang hak cipta memiliki pengawasan penuh terhadap laporannya kepada polisi. ‘Pemilik hak cipta bisa memantau sejauh mana penindakan terhadap laporannya,”katanya.
Sisi negattif delik aduan, menurut dia, biaya memang menjadi mahal karena pemilik atau pemegang hak cipta harus membuat laporan di kota-kota di mana ada pelanggaran.
“Bayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan bila seorang pencipta membuat laporan pelanggaran hak cipta di lima kota di Indonesia,”katanya.

Rabu, 27 April 2011

Presiden SBY: Indonesia junjung tinggi HaKI

JAKARTA: Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa pemerintah Indoensia menjunjung tinggi dan melindungi hak kekayaan intelektual.
Penegasan itu disampaikan oleh Presiden pada acara peresmian pembukaan Konvensi nasional hak kekayaan intelektual dalam rangka peringatan ke-11 hari hak kekayaan intelektual (HaKI) sedunia di Istana Negara, Jakarta pada 26 April.
Menuru Presiden, HaKI memiliki peranan penting dalam pembangunan. “Bangsa akan maju bila etos kerjanya tinggi. Patut pekerja keras dapat penghargaan atas hasil karyanya,”katanya.
Presiden mengatakan pemerintah akan terus mendorong Indonesia supaya memiliki daya saing yang tinggi dengan cara berkomitmen untuk memproteksi kepemilikan hak atas kekayaan intelektual (HaKI).
“Kalau kita makin menghormati, mengakui, dan memproteksi hak kepemilikan intelektual, maka daya saing kita makin tinggi,” kata Presiden.
Berkaitatan dengan peringatan ke-11 hari HaKI sedunia, pemerintah memberikan sejumlah penghargaan nasional kepada beberapa pencipta, inovator, media cetak dan program televisi.
Surat kabar Bisnis Indonesia mendapat penghargaan nasional HaKI tahun 2011 untuk media cetak yang dipandang berperan dalam memajukan HaKI.
Penghargaan lainnya diberikan kepada Wage Rudolf Supratman (pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya), Ismail Marzuki (pencipta lagu perjuangan yang monumental), Grup Bimbo dan Taufik Ismail (insan seni yang dinilai kreatif serta lagu dan puisinya tidak lekang oleh waktu).
Selain itu, penghargaan diberikan pada Fahma Waluya Osmansyah dan Hania Pracika Rosmansyah (inventor usia beia), Tien R. Muchtadi (tokoh akademik), Roosseno Soerjohadikoesoemo (tokoh inventor luar biasa).
Penerima penghargaan berikutnya adalah Bustaman (pemilik HaKI yang dinilai sukses lewat restoran Sederhana), Bupati Sumedang untuk tembakau Molle Sumedang, Trans TV (TV yang memiliki program tayangan memberi informasi tentang pelanggaran HaKI), Senayan City (mal bersih dari pelanggaran merek).
Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, pada acara yang sama mengatakan penghargaan tersebut sebagai wujud apresiasi dan proses pendidikan terhadap anak bangsa kita yang memiliki karya yang sangat luar biasa.
Dia menambahkan bahwa dengan dibukanya konvensi nasional HaKI oleh presiden menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan penegakan hukum HaKI di dalam negeri. “Investor diharapkan tidak perlu lagi ragu menanamkan investasi mereka di bidang HaKI,”katanya.
Kemenkumham, ujarnya, juga akan memberikan insentif pendaftaran HaKI secara gratis kepada pemohon dari kalangan sekolah, perguruan tinggi usaha mikro dan kecil. “Ini bentuk insentif yang dberikan oleh pemerintah dalam rangka peringatan hari HaKI sedunia,”katanya.
Selain itu, katanya, Kemenkum HAM berjanji akan menyelesaikan tunggakan permohonan pendaftaran HaKI supaya jangan sampai berlarut-larut.
Justisiari Perdana Kusumah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) setuju dengan kebijakan pemerintah melalui crash program untuk menyelesaikan tunggakan pendaftaran, khususnya merek.
Justi mengerti dan memahamai adanya tunggakan penyelesaian pendaftaran merek, menginat begitu banyak permohonan yang masuk setiap tahun.
UU Merek, kata praktisi hukum itu, mengatur proses pendaftaran merek berlangsung antara 14-16 bulan, tapi kenyataannya molor sampai 24 bulan. “Kami memkalumi molornya penyelesaian itu, mengingat pendaftaran merek cukup tinggi,”ujarnya.
Dia menyarankan kepada pemerintah, khsususnya Ditjen Hak Kekayaan Intelektual supaya mencari solusi penyelesaian pendaftaran merek, tidak harus dengan crash program.
“Perlu dicari akar permasalahannya. Bila keterlambatan itu disebabkan oleh karena kurangnya tenaga pemeriksa merek, maka sumber daya manusianya perlu ditambah,”ujarnya.
Menurut data Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, jumlah permohonan pendafatran merek dari tahun ke tahun cenderung naik. Pada 2010 tercatat 60.186 permohonan, sedangkan tahun 2009 hanya 56.219 permohonan. (soe)

RI diajak teken perjanjian Lisabon

JAKARTA: WIPO mengajak pemerintah Indonesia untuk menandatangani perjanjian Lisabon dalam rangka perlindungan produk indikasi geografis.
Violeta Jalba, seksi hukum Desain industri dan indikasi geografis World Intellectual Property Orgnization (WIPO) mengemukakan sudah ada pembicaraan awal dengan pemerintah Indonesia untuk penandatanganan perjanjiaian Lisabon tersebut.
Akan tetapi, dia tidak menjelaskan sejauh mana pembicaraan tersebut. “Sudah ada pembicaraan internal dengan pemerintah Indonesia soal kemungkinan Indonesia menandatangani perjanjian Lisabon tersebut,”katanya pada acara konvensi Forum Internasional tentang perlindungan indikasi geografis, di Hotel Borobudur, Jakarta pada 28 April 2011.
Perjanjian Lisabon saat ini diteken oleh 27 negara, enam berasal dari Amerika, enam dari Afrika, empat dari Asia dan 11 negara dari Eropa. Perjanjian itu berkaitan dengan pendaftaran perlindungan indikasi geografis secara internasional.
Sementara itu Yuslisar Ningsih, Direktur Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, yang membawahi indikasi geografis membenarkan sudah ada pembicaraan awal soal kemungkinan Indonesia menandatangani perjanjian Lisabon.
“Sudah ada tim untuk mengkaji kemungkinan meneken perjanjian Lisabon, tapi masih jauh lah. Kita juga belum bicara untung ruginya ikut perjanjian Lisabon,”katanya di sela-sela seminar tersebut, kemarnin.
WIPO telah merancng sistem Lisabon yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Lisabon. Pendaftaran tersebut untuk memberikan perlindungan secara internasional terhadap produk indikasi geografis.
Sistem itu menggunkan pendaftaran tunggal yang ditujukan melalui biro internasional WIPO di Jenewa, Swiss.
Produk pertanian dan produk manufaktur lainnya bisa didaftarkan sebagai indikasi geografis asalkan memenuhi persyaratan antara lain produk itu harus memiliki ciri khas dan atau kualitas tertentu yang hanya ada di suatu daerah tertentu.
Sementara itu Denis Sautier, ekonom dari CIRAD Perancis menyorot pentingnya indikasi geografis sebagai sarana pemasaran untuk ekspor dan domestik.
Menurut dia, indikasi geografis merupakan aset, sehingga perlu dilindungi. “Perlindungan produk indikasi geografis berdampak kepada peningkatan volume ekspor maupun peningkatan harga produk,"katanya.
Dia memberi contoh produk indikasi geografis Shaoxing dari China. “Setelah adanya perlindungan indikasi geografis, maka ekspor produk tersebut ke Jepang meningkat sedikitnya 14%, sedangkan harganya naik 20%,"ujarnya.

Minggu, 17 April 2011

Forum nasional Indikasi Geografis digelar 27 April

JAKARTA: Sebanyak 200 peserta berasal dari pejabat pemerintah daerah di seluruh Indonesia, instansi terkait, asosiasi dan praktisi diperkirakan menghadiriri forum nasional Perlindungan Indikasi Geografis (IG) pada 27 April 2011 di Hotel Borobudur, Jakarta.
Menurut undangan, forum tersebut berutujan untuk lebih mengoptimalkan keberadaan sistem pendaftaran dan perlindungan indikasi geografis di dalam negeri.
Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, baru mulai menerima permohonan pendaftaran indikasi geografis sejak September 2007. Pendaftar pertama dari dalam negeri adalah Kopi Kintamani, Bali.
Hingga kini pemerintah sudah menerbitkan empat sertifikat produk indikasi geografis. Keempat produk tersebut adalah Kopi Kintamani (Bali), Kopi Gayo (Nanggroe Aceh Darussalam), Mebel ukir Jepara (Jawa Tengah) dan Lada Putih Muntok (Bangka).
Indikasi geografis merupakan suatu tanda menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, manusianya atau kombinasi dari keduanya memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan tersebut.
Para pakar di bidang indikasi geografis akan menyampaikan makalah mereka pada forum nasional tersebut. Para pembicara berasal dari WIPO, CIRAD, Australia, sedangkan dari dalam negeri antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pembicara dari The World Intelelctual Property Organization (WIPO) akan membicarakan isu terkini perkembangan indikasi geografis.
Sedangkan pembicara dari Centre de Cooperation Internationale en Recherche Agronomigue pour le Development/CIRAD (Prancis) akan mengupas pengalaman dari berbagai negara tentang pentingngya indikasi geografis sebagai alat pemasaran.
Pembicara dari Australia akan mengupas pengalaman Australia dalam praktek perlindungan indikasi geografis di negaranya.
Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM pernah mengatakan bahwa Indonesia memiliki banyak produk perkebunan dan hasil kerajinan yang memiliki cirikhas dan karakteristik khusus yang tersebar di bebabagai daerah seluruh wilayah Indonesia.
Produk tersebut, menurut Saky, belum tergarap dengan baik, sehingga banyak daerah belum mendaftarkannya.
Saky mengatakan banyak faktor penyebab daerah belum mendaftarkan produk berindikasi geografis, misalnya daerah tidak mengetahui adanya pendafataran indikasi geografis.
Selain itu, sosialisasi masih kurang dan belum menjangkau seluruh daerah potensi penghasil produk indikasi geografis.
Mereka juga mungkin bertanya untuk apa pentingnya dan arti pendaftaran bagi mereka. Indonesia masih tertinggal bila dibandingakn dengan Malaysia yang sudah menerbitkan banyak seritifkat produk indikasi geografis, begitu juga dengan India.
Menurut data India Intellectual Property Office, sejak 2003 hingga akhir tahun 2009, negara tersebut sudah memiliki sebanyak 45 produk indikasi geografis terdaftar seperti basmati (beras).
Sedangkan di Malaysia, menurut Malaysia Intellectual Property Office, sejak 2003, negara tetangga tersebut sudah memiliki sembilan produk indikasi geografis yang terdaftar.
Menurut Saky, pendaftaran produk indikasi geografis akan memberikan nilai tambah dan keuntungan kepada para stake holders yang terlibat seperti petani dan eksportir.
Selain itu, katanya, pendaftaran produk berindikasi geografis itu juga merupakan bagian dari strategi marketing, sehingga produknya bisa lebih mahal dari produk sejenis. (soe)

Rabu, 30 Maret 2011

Stake holders bahas isu HaKI di Bali

JAKARTA: Para stake holders membahas berbagai isu terkait dengan hak kekayaan intelektual di dalam negeri dalam satu forum diskusi yang diselengarakan di Hotel Ramada, Bali dari 28-31 Maret 2011.
Menurut Justisiari P Kusumah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), salah seorang peserta diskusi dalam forum tersebut mengatakan bahwa diskusi itu sudah berlangsung sejak 28 Maret dan berakhir pada 31 Maret 2011.
“Kegiatan ini diikuti oleh 79 peserta dari kepolisian, kehakiman, kejaksaan, Departemen Perdagangan, BPOM, praktisi, industri dan asosiasi,”katanya ketika dihubungi di Bali, hari ini.
Pertemuan tersebut, jelas Justi, yang juga salah seorang praktisi hukum, merupakan program kerja sama kerjasama ICITAP-US Department of Justice dan Timnas Penanggulangan pelanggaran hak kekayaan intelektual (PPHKI).
Kegiatan itu, jelasnya, ditujukan dan dilaksanakan untuk memperoleh input mengenai permasalahan dan jalan keluar dari berbagai isu terkait dengan hak kekayaan intelektual (HaKI) di di Indonesia.
Hasil dari diskusi tersebut, ujarnya, kemudian akan dijadikan masukan bagi pelaksanaan rapat koordinasi Timnas PPHKI yang akan dilangsungkan secara langsung antara seluruh departemen terkait mulai 31- 1 April di tempat yang sama.
Isu-isu yang dibahas dalam acara itu, katanya, antara lain berkaitan dengan masalah-masalah koordinasi antar shareholders, hukum dan perundang-undangan, kesadaran masyarakat dan partisipasi, pelaksanaan hukum, kemauan politik, korupsi, ekonomi dan
Pendanaan.
Indonesia tahun ini diusulkan oleh international Intellectual Property Alliance (IIPA) kepada United States Trade Representative (USTR) supaya tetap masuk dalam priority watch list, mengingat masih tingginya tingkat pelanggaran dan kepatuhan terhadap hak kekayaan intelektual. Indonesia tahun lalu dimasukkan oleh USTR dalam level priority watch list.
USTR akan mengumumkan daftar tersebut pada akhir bulan depan, sehingga masih ada waktu bagi pemerintah Indonesia untuk memberikan masukkan kepada Pemerintah AS soal kondisi terkini di bidang hak kekayaan intelektual.
Justi, pernah mengatakan bahwa pemerintah sudah melakukan banyak kegiatan dan perbaikan dalam bidang hak kekayaan intelektual. Akan tetapi, katanya, akrivitas tersebut belum sampai sepenuhnya ke USTR.
Dia berharap Indonesia bisa keluar dari daftar priority watch list, sehingga Indonesia tidak lagi dicap sebagai salah satu negara pelanggar berat hak cipta di dunia. (soe)

Selasa, 22 Maret 2011

Mengintip perusahaan ‘jawara’ paten di dunia

Oleh Suwantin Oemar

JAKARTA: Lima besar perusahaan swasta dari kawasan Asia masuk dalam 10 besar pemohon paten yang ditujukan melalui The World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss.
Menurut siaran pers WIPO, yang dirilis belum lama ini, dalam 10 besar pemohon paten tersebut, hanya ada satu perusahana asal Amerika Serikat, satu dari Belanda, satu dari Jerman, satu dari Swedia, sedangkan dari Jepang ada tiga perusahaan serta dua perusahaan dari China dan satu dari Korea Selatan.
Lompatan tertinggi datang dari perusahaan China yang menempatkan dua perusahaan, di bawah satu tingkat dari Jepang, yang menempatkan 3 perusahaan masuk dalam 10 besar pemohon paten terbanyak.
Peringkat perusahaan China ZTE Corporation, melonjak dari posisi 22 tahun 2009 menjadi posisi nomor dua pada tahun ini 2010. Perushaaan Jepang Panasonis Corporation tetap bertahan pada posisi pertama
Lompatan itu menunjukan bahwa perusahaan asal China itu sangat inovatif, sehingga mereka menemukan banyak teknologi baru yang siap masuk pasar. Semakin inovatif suatu perushaana, semkin banyak paten yang dihasilkannya.
Panasonic Corporation mengajukan permhonan paten 2.154, ZTE Corporation 1.863, Qualcomm Incorporated (1.677),Huawei Technologies Co. Ltd (1.528), Koninklijke Philips Electronics NV (1.435), Robert Bosch Gmbh (1.301), LG Electronics inc (1.298), Sharp Kabushiki Kaisa (1.286).
Selain itu Telefonaktiebolagnet LM Ericsson (1.149), NEC Corporation (1.106), Siemens Aktiengellschaft BASF (833), Mitsubishi Electronic Corporation (818), Nokia Corporation (632), 3M Innovative Properties Company (586),Samsung Electronics co. Ltd (578), Hewlwtt-Packard Development Company (564), Fujitsu Limited (476), Microsoft Corporation (469)
Nama Panasonic tidak asing lagi di dunia elektronika. Kehebatan perusahaan tersebut bisa dilihat dari keunggulannya dalam melakukan inovasi, sehingga menghasilkan banyak temuan baru yang dipatenkan di seluruh dunia.
Kriteria penentuan perusahaan unggulan dari kawasan Asia di bidang paten dilihat dari jumlah permohonan paten yang diajukan menggunakan sistem Patent Cooperation Treaty (PCT) ke WIPO di Jenewa.
Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelekltual (Aspeki) menyatakan tidak heran dengan inovasi dan lompatan teknologi yang dilakukan oleh perusahaan dari Asia, terutama dari China.
“China kini bekembang menjadi salah saru negara yang berhasil melakukan inovasi dan terus menrrus melakukan riset untuk menghasilkan paten baru,”ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.
Dulu, katanya, China itu juga menjiplak paten dari Barat maupun Jepang.
Akan tetapi, katanya, mereka terus melakukan inovasi terhadap paten Barat yang masuk ke China, kemudian menghasilkan paten baru. “Ini yang dinamakan creative imitation. Jepang dulu juga melakukakan hal seperti itu,”ujarnya.
Francis Gury, Direktur Jenderal WIPO dalam siaran pers itu, juga mengakui bahwa bahwa tingkat pertumbuhan permohonan paten yang cepat datang dari negara di Asia Timur.
“Hal itu mencerminkan percepatan dalam diversifikasi geografis kegiatan inovatif di dunia,”ujarnya.
Dia mengatakan bahwa peningkatan permohonan paten dari kawasan Asia Timur tersebut memiliki implikasi luas bagi kemakmuran rakyatnya.
WIPO telah merancang satu sistem pendaftaran paten secara internasional, yang dikenal dengan Patent Cooperation Treaty (PCT). PCT sudah diratifikasi oleh 142 negara anggota.
Dengan sistem tersebut, setiap negara anggota memiliki kemudahan untuk mendaftarkan paten dari negara asalnya secara internasional.
Indonesia meratifikasi PCT pada tahun 1997 melalui keputusan presiden. Hingga tahun 2009. Fasilitas PCT tersebut hanya terbatas bagi negara anggota.
PCT adalah suatu sistem global yang dirancang untuk memfasilitasi proses perolehan perlindungan paten di banyak negara.
Dengan hanya mengajukan satu permohonan perlindungan internasional paten melalui PCT, maka inventor (penemu) atau kalangan industri bisa mendapatkan perlindungan hukum atas patennya di banyak negara sesuai dengan keinginan pemohon dengan syarat negara itu harus anggota PCT.
Menuirut data WIPO, dalam 100 besar perusahaan di dunia yang mendaftarkan paten ke WIPO, tidak ada satupun yang berasal dari Indonesia.
Umumnya, daftar 100 besar pemohon paten itu didominasi perusahaan yang sudah terkenal di dunia. Mereka berasal dari AS, Eropa.
Dari kawasan Asean hanya diwakili oleh Singapurua yaitu Agency for Science technology and Research. Lembaga riset itu mengajukan 93 permohonana paten ke WIPO.
Data tersebut memang baru sebatas permohonan pendaftaran, belum tentu di-granted. Bagamianapun juga angka permohonan pendaftaran paten tersebut sudah mencerminkan kemajuan riset dan pengembangan negara-negara di dunia.
Tiga negara dari kawasan Asia yaitu Jepang menempatkan 30 perusahaan dalam daftar 100 besar perusahaaan pemohon paten di dunia, China (3 perushaan) dan Korea Selatan 4 perusahaan.
Sudarmanto berpendapat tidak heran bila tidak ada perusahaan asal Indonesia masuk daftar 100 pemohon terbanyak paten.
Meskipun demikian, dia mengakui sudah banyak perushaan swasta yang melakukan riset dan pengembangan, namun diakuinya belum banyak paten yang dihasilkan, apalagi mendaftarkannya melalui WIPO
Dia menyarankan kepada pelaku usaha supaya melakukan kolaborasi dengan lembaga riset dari perguruan tinggi maupun instansi pemerintah untuk menghasilkan paten yang bersifat komersial.
Kolaborasi swasta dan lembaga perguruan tinggi, menurut dia, sudah lumrah dilakukan di Jepang, Korsel dan dibanyak negara maju.
Pengusaha, katanya, bisa saja melakukan order kepada lembaga riset untuk melakukan satu penelitian dan pengembangan sesuai dengan kebutuhannya.
“Dananya dari pengusaha, sedangkan perisetnya dari lembaga pergruan tinggi atau lembaga riset lainnya. Bila berhasil, maka periset dapat royalty sesuai dengan hitung-hitungan bisnis yang sudah disepakati,” katanya.
Selain itu, katanya, pemerintah bisa saja melakukan order kepada lembaga peneliti untuk melakukan satu riset, kemudian hasilnya dibeli oleh pemerintah seterusnya diserahkan kepada pengusaha di dalam negeri untuk implementasinya. ‘Semua itu tentu ada hitung-hitungan bisnisnya,”
Bila mengandalkan swasta murni, menurut Sudarmanto, sulit rasanya bagi perusahaan Indonesia bisa menghasilkan banyak paten karena biaya untuk riset tersebut sangat mahal. (artikel ini diterbitkan di Bisnis Indonesia 21 Maret 2011)

Sabtu, 19 Maret 2011

AKHKI bahas isu HaKI dengan chairman WIPO Singapore

JAKARTA:Sejumlah pengurus dan anggota Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) mengadakan pertemuan dengan chairman WIPO Singapore Office, Puspendra Rai, di Singapura pada Jumat (18 Maret 2001).
Menurut Ketua AKHKI, Justisiari Perdana Kusumah, selain bertemu dengan dengan Pupendra Rai, para konsultan hak kekayaan intelektual tersebut juga mengadakan pertemuan dari Chandra Darusman, wakil Indonesia di WIPO Singapore Office.
Justi menjelaskan bahwa pertemuan dengan chairman WIPO Singapore Office, Puspendra Rai, berlangsung selama lebih dari dua jam. "Banyak isu mutakhir soal hak kekayaan intelektual dibicarakan selama pertemuan tersebut,"kata Justi dari Singapura pada Sabtu sore (19 Maret 2011).
WIPO Singapore Office adalah kantor WIPO di luar kantor pusatnya yang bemarkas di Jenewa, Swiss. Selain di Singapura, WIPO juga memiliki kantor di Jepang, Brazil dan New York. Hingga saat ini baru ada empat kantor WIPO yang berada di luar kantor pusatnya di Jenewa, Swiss.
Dia menjelaskan bahwa pertemuan dengan pejabat WIPO tersebut membahas Madrid Protokol, kemungkinan kerja sama AKHKI dengan WIPO Singapore Office dan Intellectual Property Mediation and Arbitration Centre.
Menyinggung Protkol Madrid, Justi berpendapat bahwa sebelum Indonesia meratifikasi konvensi tersebut sebaiknya perlu dilakukan lebih dahulu semacam studi untuk membahas untung ruginya Indonesia bergabung dalam Protkol Madrid.
Indonesia memang berencana untuk meratifikasi Protokol Madrid, namun hingga sekarang belum ada kepastian kapan pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi tersebut.
Soal kerjasama dengan WIPO Singapore Office, Justi, yang juga praktisi hukum yang sering menangani masalah hak kekayaan intelektual, menjelaskan bahwa AKHKI akan diberikan kesempatan untuk mengadakan pelatihan tingkat lanjutan dengan modul yang tailor made untuk anggota AKHKI.
"Pelatihan tersebut bisa saja dilakukan di Jakarta atau Singapura. AKHKI akan menindaklanjuti kerja sama tersebut dalam waktu dekat,"katanya.
Soal WIPO Mediation and Arbitration Centre, Justi mengatakan bahwa WIPO sangat mendukung dan terbuka untuk kerja sama dan mendukung inisiatif pembentukan lembaga yang sama di Indonesia.
Di Indonesia saat ini sedang dibahas pembentukan Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAN HaKI). Pembentukan lembaga itu diprakarsai oleh sejumlah tokoh dan profesional di bidang hak kekayaan intelektual.
WIPO, katanya, menawarkan dukungan ahli untuk membantu pelatihan dan prosedur penyelesaian sengketa berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. WIPO juga sangat mendukung Indonesia dalam merealisasikan pembentukan BAM HaKI.
"Perlu sosialisasi bagi pengusaha untuk memakai pasal mediasi dan atau arbitrase BAM HaKI dalam kontrak-kontrak mereka berkaitan dengan hak kekayaan intelektual.
Selain dengan WIPO Singapore Office, AKHKI juga sempat mengunjungi Intellectual Property Office Singapore (IPOS), namun dikatakan oleh Justi bahwa pertemuan tersebut tidak terlalu banyak diskusi karena pejabat teras IPOS sedang berada di Brunei Darussalam.
Meskipun demikian, katanya, para konsultan AKHKI berkesempatan melihat dan mendapat keterangan dari pejabat setempat tentang praktek di IPOS. (soe)

Jumat, 18 Maret 2011

WIPO selenggarakan program sekolah musim panas

JAKARTA: The World Intellectual Property Organization (WIPO) akan menyelenggarakan pendidikan singkat atau kursus musim panas pada tahun 2011 di beberapa kota di seluruh dunia.
Menurut situs WIPO, pendidikan tersebut diadakan untuk wilaya Asia di kota Daejeon, Korea Selatan mulai 20 Juni-1 Juli 2011. Untuk wilayah Eropa, pendidikan tersebut diselenggarakan di Jenewa, Swiss mulai 4-15 Juli 2011, sedangkan untuk wilayah Amerika, kursus singkat tersebut diselengarakan di Washington DC mulai 1-12 Agustus 2011.
Untuk pendidikan di Daejon, Korsel, WIPO membuka pendaftaran hingga 15 April 2011, sedangkan pendaftaran untuk pendidikan di Jenewa berlangsung sampai 15 April 2011, serta untuk Washington DC pendaftaran dibuka hingga 27Mei 2011.
Selain di kota tersebut, WIPO juga menyelenggarakan pendidikan serupa di beberapa kota untuk wilayah Afrika, Amerika dan di kawasan Rusia.
Menurut WIPO, program tersebut memberikan kesempatan kepada mahasiswa senior dan kalangan profesional muda di seluruh dunia untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman mereka soal hak kekayaan intelektual serta peranan dan fungsi WIPO
Menurut situs WIPO, materi pendidikan terdiri dari kuliah, studi kasus, latihan dan kelompok diskusi untuk pokok bahasan yang dipilih oleh penyelenggara.
WIPO akan memberikan sertifikat kepada setiap peserta yang berhasil menyelesaikan pendidikan dengan baik. Peserta yang berminat mengikuti program tersebut bisa melakukan pendaftaran secara online ke WIPO dengan membayar biaya yang sudah ditentukan.
WIPO diketahui telah membentuk satu lembaga WIPO Worldwide Academy pada Maret 1998. Lembaga tersebut bertanggungjawab untuk menyelenggarakan pendidikan singkat dalam rangka meningkatkan pemahaman kalangan profesional muda di bidang hak kekayaan intelektual.
Menurut WIPO, sejak diselenggaraan program pendidikan kursus musim panas tersebut, hingga kini sudah tercatat sebanyak 82.000 partisipan dari seluruh dunia.
Sejak tahun 2008, WIPO untuk pertama kalinya menyelenggarakan sekolah musim panas tersebut diluar kantor pusatnya di Jenewa, Swiss. Pada tahun 2008, program tersebut diadakan di Kroasia, Meksiko, Korea Selatan dan Thailand.(soe)

Rabu, 16 Maret 2011

10 Besar universitas unggulan di AS peroleh paten

JAKARTA: University of California, Amerika Serikat menempati urutan paling atas di antara 250 universitas di negara Paman Sam tersebut dalam hal perolehan paten.
Menurut data United States Paten and Trademark Office (USPTO), University of California selama tahun 2009 berhasil memperolah paten sebanyak 238 (paten granted), diikuti oleh Massachusette Institute of Technology (MIT) sebanyak 134 (paten), sedangkan di posisi ketiga ditempati oleh Standford University (120 paten).
Posisi keempat diduduki oleh California Institute of Technology sebanyak 96 (paten). University of Winsconsin (90 paten), University of Texas (79 paten), John Hopkins University (66 paten), Cornell University (51 paten), University of Florida (45 paten) dan University of Michigan (66 paten).
Nama-nama 10 universitas tersebut di atas memang sudah terkenal ke seluruh dunia akan kehandalan lembaga pendidikan tinggi tersebut dalam hal penemuan baru.
Kehebataan lembaga perguruan tinggi itu dalam menghasilkan paten tidak terlepas dari dana riset dan pengembangan yang mereka keluarkan untuk menemukan sesuatu yang baru.
Menurut data USPTO, University of California pada tahun 2007 saja menghabiskan dana sebanyak US$1,5 miliar untuk dana riset dan pengembangan, sedangkan MIT mengeluarkan sebanyak US$614,35 juta.
Menurut Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelekltual (Aspeki), yang beranggotakan 71 Litbang dan perguruan tinggi seluruh Indonesia, tidak heran bila universitas di AS mampu menghasilkan banyak paten setiap tahun karena didukung oleh dana yang besar.
Di Indonesia, menurut Sudarmanto, riset dan pengembangan di perguruan tinggi belum ada nuansa risetnya . “Riset di perguruan tinggi masih bersifat research to research, belum lagi research to commercial karena belum ada political will dari pemerintah.”
Riset yang dilakukan di perguruan tinggi, menurut dia, masih berujung pada tujuannya untuk kenaikan pangkat dan golongan atau jabatan, belum berorientasi untuk menemukan sesuatu yang baru yang bisa dipatenkan.
Sudarmanto menyarankan kepada pemerintah supaya menciptakan iklim yang kondusif supaya perguruan tinggi bisa menghasilkan paten-paten baru melalui riset dan pengembangan.
“Bagaimana mungkin riset dan pengembangan di perguruan tinggi bisa maju dan menghasilkan paten kalau anggaran untuk satu penelitian hanya Rp10 juta-Rp15 juta,”katanya.
Menurut dia, di Indonesia banyak sumberdaya manusia bergelar doktor yang mampu menghasilkan banyak paten. Namun, kata Sudarmanto, semua itu terkendala masalah dana dan kebijakan pemerintah di bidang riset tersebut belum ada. (soe)

Minggu, 13 Maret 2011

Lagi, RI diusulkan masuk daftar pelanggar berat hak cipta

JAKARTA: Sejak tahun 2008, posisi Indonesia tidak pernah berubah dan selalu masuk dalam daftar negara pelanggar berat hak cipta (priority watch list) di mata Amerika Serikat.
Pada tahun ini, International Intellectual property Alliance (IIPA) mengusulkan kembali kepada United States Trade Representatives (USTR) supaya Indonesia tetap masuk dalam daftar negara pelanggar berat hak cipta itu.
Usulan IIPA itu didasarkan atas hasil survai yang dilakukan oleh organisasi tersebut terhadap Indonesia selama tahun 2010.
Dari hasil survai tersebut, IIPA berkesimpulalan masih banyak isu-isu hak atas kekayaan intelektual (HaKI), terutama hak cipta di Indonesia yang masih belum kondusif.
IIPA adalah gabungan dari enam asosiasi yang mewakili industri Amerika Serikat berbasis hak cipta.
Keenam asosiasi yang bergabung dalam IIPA adalah Association of American Publisher's Inc.(AAP), Business Software Alliance (BSA), Entertaintment Software Association (ESA), Independent Film & Television Alliance, Motion Picture Association of America Inc. (MPA) dan Recording Industry Association of America Inc. (RIAA).
Hasil kajian IIPA tersebut tidak saja dilakukan di Indonesia, tapi juga di 40 negara mitra dagang utama Amerika Serikat di selururh dunia.
Dari 40 negara mitra dagang AS itu, IIPA berksimpulan bahwa sebanyak 33 negara masuk dalam daftar negara yang dinilai kurang memadai dalam memberikan perlindungan dan menegakkan hukum berkaitan dengan hak cipta.
Dari 33 negara tersebut, 13 negara masuk dalam priority watch list atau daftar pelanggar berat hak cipta. Indonesia masuk dalam daftar 13 negara bersama a.l China, Thailand, Filipina dan lain-lain (lihat tabel).
Rekomendasi IIPA kepada USTR tersebut memang belum bersifat final. Namun, berdasarkan praktek selama ini, biasanya usulan IIPA tersebut diakomodir oleh USTR. Sekedar contoh sejak tahun 2008 dan 2009, IIPA juga merekomendasikan kepada USTR supaya Indonesia masuk priority watch list dan dan usulan itu diterima oleh USTR.
USTR setiap tahun April menerbitkan daftar (list) negara yang masuk dalam pengawasan terhadap mitra dagangnya berkaitan dengan kepatuhan terhadap hak cipta.
Pertanyaannya apa dasar IIPA dalam membuat rekomendasi, sehingga orgaisasi itu berkesimpulan Indonesia masuk dalam priority watch list?.
Menurut IIPA, ada beberapa isu seputar hak kekayaan intelektual di Indonesia yang masih menjadi perhatian organisasi tersebut a.l sistem peradilan yang dinilainya kurang transfaran dan putusan hakim kurang memberi efek jera kepada pelaku kejahatan.
Selain itu, juga masih marak terjadi kejahatan pelanggaran hak cipta seperti pembajakan hasil karya cipta buku, peredaran film bajakan serta pembajakan hak cipta melalui Internet.
IIPA juga menyarankan kepada pemerintah Indonesia supaya segera melakukan langkah-langkah berkaitan dengan HaKI seperti amendemen terhadap UU Hak Cipta, meningkatkan efektifitas aturan optical disc.
Selain itu, pemerintah juga disarankan membentuk peradilan khusus kasus kriminal di bidang hak kekayaan intelektual.
Penempatan Indonesia dalam daftar tersebut akan memberikan citra kepada seluruh dunia bahwa penegakkan hukum dan perlindungan terhap hak kekayaan intelektual di Indonesia kurang.
Bila perlindungan hukum dan penegakkan hukum HaKI tidak memadai, dikhawatirkan kurang memberikan iklim kondusif dalam hal penanaman modal asing.
Bagaimanapun juga setiap investor asing yang akan masuk ke Indonesia, terutama industri yang berbais hak kekayaan intelektual, akan melihat perlindungan terhadap HaKI mereka.
Jangan diharap investor berbasis HaKI, akan mau menanamkan modalnya di dalam negeri, bila perlindungan dan penegakan hukum HaKI kurang. Mereka tidak akan mau HaKI mereka nanti dibajak di dalam negeri.
Sementara itu Justisiari P Kusuman, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), merasa sedih dengan hasil penilaan IIPA terhadap Indonesia terkait pelanggaran hak cipta.
Sebenarnya, kata Justi, kepada Bisnis kemarin, Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. “Polisi dan jaksa sudah melakukan tugasnya dalam rangka penegakakan hukum, tapi hasilnya kita tetap diusulkan masuk daftar pelanggar berat hak cipta,”katanya.
Pertanyaannya sekarang, menurut dia, adalah apakah upaya penegak hukum itu sudah maksimal?
“Kalau dibilang kita sudah melakukan upaya maksimal, mengapa dengan mudah ditemukan VCD, software bajakan beredar di pusat perbelanjaan,”katanya.
Justi melihat penegak hukum sudah melakukan banyak aktivitas dalam rangka menegakkan dan memberikan perlindungan hukum terhadap HaKI, tapi segala upaya itu tidak diperhitungkan oleh USTR.
”Saya melihat kita belum well coordinated dengan baik dan fungsi PR [public relations] juga kurang berfungsi dengan baik,”katanya.
Selain itu, katanya, kurang koordinasi penegakan hukum. “Ada hakim dan polisi yang sudah tahu dan paham betul soal HaKI, tapi kemudian mereka dipindah. Kemudian masuk yang baru yang pengetahuan mereka soal HaKI masih kurang,”ujarnya. (soe/artikel ini diterbitkan di Bisnis Indonesia, 14 Maret 2011)

Kamis, 10 Maret 2011

WIPO luncurkan fasilitas akses ke database merek

The World Intellectual Property Organization (WIPO) meluncurkan fasilitas baru on-line pada 8 Maret 2011.
Fasilitas baru tersebut akan memudahkan pencarian lebih dari 640.000 catatan yang berkaitan dengan merek dagang internasional yang dilindungi oleh undang undang.
“Global Brand Databse adalah fasilitas pencarian terpusat yang akan sangat memudahkan mencari ratusan ribu catatan berisi informasi merek-yang terkait," kata Direktur Jenderal WIPO Francis Gurry dalam siaran persnya yang dirilis pada 8 Maret 2011.
Fasilitas itu, menurut Francis Gurry, adalah bagian penting dari upaya WIPO untuk memfasilitasi akses terhadap aset berharga tersebut dan mencerminkan komitmen organisasi hak kekayaan intelektual dunia itu untuk mempersempit kesenjangan pengetahuan global dengan meningkatkan akses dan penggunaan informasi hak kekayaan intelektual.
Saat ini, Global Brand Database memungkinkan pengguna untuk mengakses database WIPO yang terdaftar di bawah sistem Madrid untuk pendaftaran merek internasional.
Global Brand Database didasarkan pada sumber daya yang ada kunci yang berhubungan dengan merek dengan menyediakan one-stop shop untuk mencari berbagai sumber. kebaruan adalah penambahan fungsi canggih yang memungkinkan mencari istilah fuzzy dan fonetik.
Layanan ini akan diintegrasikan ke dalam WIPO GOLD, yang menyediakan akses cepat dan mudah secara on-line untuk kumpulan data hak kekayaan inntelektual yagn dicari seperti teknologi, merek, desain, statistik, standar WIPO, dan sistem klasifikasi internasional. (soe)

Rabu, 09 Maret 2011

Indonesia masuk daftar negara pelanggar berat hak cipta

JAKARTA: International Intellectual Property Alliance (IIPA) tahun ini kembali mengusulkan kepada United States Trade Representative (USTR) supaya memasukkan Indonesia dalam daftar priority watch list.
Menurut siaran pers IIPA, yang dirilis pada pertengahan bulan Februari, selain Indonesia, juga ada 12 negara lain yang masuk dalam daftar tersebut.
Mereka adalah Argentina, Kanada, Chile, China, Costa Rica, India, Indonesia, Philippines, Russia, Spain, Thailand, Ukraine dan Vietnam.
Usulan IIPA itu didasarkan atas hasil survai yang dilakukan oleh organisasi tersebut terhadap Indonesia selama tahun 2010.
Dari hasil survai tersebut, IIPA berkesimpulan masih banyak isu-isu hak atas kekayaan intelektual (HaKI), terutama hak cipta di Indonesia yang masih belum kondusif.
IIPA adalah gabungan dari enam asosiasi yang mewakili industri Amerika Serikat berbasis hak cipta.
Keenam asosiasi yang bergabung dalam IIPA adalah Association of American Publisher's Inc.(AAP), Business Software Alliance (BSA), Entertaintment Software Association (ESA), Independent Film & Television Alliance, Motion Picture Association of America Inc. (MPA) dan Recording Industry Association of America Inc. (RIAA).
Pada tahun 2008, USTR menempatkan Indonesia dalan daftar priority watch list karena negara tersebut berpendapat bahwa Indonesia masih kurang memadai dalam memberikan perlindungan dan penegakan hukum hak cipta.
Putusan USTR juga didasarkan atas usulan IIPA pada waktu itu mengusulkan Indonesia masuk dalam daftar priority watch list.
Rekomendasi IIPA kepada USTR tersebut memang belum bersifat final. Namun, keputusan akhir akan ditentukan oleh USTR pada April tahun ini.
Indonesia memang sudah sering menjadi langganan masuk dalam daftar priority watch list. Sejak tahun 2008 hingga sekarang posisi tersebut belum juga berubah.
Level priority watch list tersebut membentuk citra bahwa Indonesia adalah salah satu negara pelanggar berat hak kekayaan intelektual di dunia. (soe)

Selasa, 08 Maret 2011

Konsultan HaKI akan kunjungi WIPO Singapura

JAKARTA: Sejumlah pengurus dan anggota Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) akan mengunjungi The World Intellectual Propert Organization (WIPO) di Singapura pada 17-19 Maret 2011

Ketua AKHKI, Justisiari P Kusumah, mengungkapkan bahwa kunjungan tersebut dimaksudkan untuk lebih memperluas wawasan anggota organisasi dengan stakeholder terkait dengan hak kekayaan intelektual. "Sebanyak 18 orang pengurus dan anggota AKHKI sudah menyatakan ikut berkunjung ke WIPO di Singapura,"katanya.

Selain itu, katanya, kunjungan tersebut juga dimaksudkan dalam rangka meningkatkan kemitraan antara AKHKI dengan stakeholder hak kekayaan intelektual seperti dengan WIPO.

Selama di Singapura, jelasnya, anggota AKHKI akan bertemu dengan pejabat WIPO Singapura. Namun Justi belum mengatakan nama pejabat yang akan ditemui. "Yang sudah pasti kita akan mengadakan pertemuan dengan Chandra Darusman,"ujarnya.

Chandra Darusman adalah wakil Indonesia di WIPO. Sebelum di Singapura, Chandra Darusman pernah lama di kantor pusat WIPO di Jenewa, Swiss. Indonesia adalah salah satu negara anggota Organisasi Hak Kekayaan Intelektual dunia itu. WIPO di Singapura adalah perpanjangan tangan WIPO untuk kawasan Asia.

Justi menjelaskan bahwa AKHKI, yang beranggotakan sekitar 300 orang konsultan hak kekayaan intelektual di Indonesia, akan memanfaatkan kesempatan berkunjung ke WIPO Singapura tersebut untuk mendapatkan informasi dan isu terkini di bidang hak kekayaan intelektual.

HaKI (Hak kekayaan intelektual), menurut dia, kini sudah merupakan isu global di samping masalah lingkungan dan hak asasi manusia. "Investor atau pemilik HaKI menuntut adanya perlindungan hukum atas HaKI mereka,"katanya.

Indonesia sebagai salah satu anggota WIPO, kata Justi, dituntut untuk memberikan perlindungan dan penegakan hukum yang memadai di bidang hak kekayaan intelektual. (soe)

WIPO: Hak cipta perlu berevolusi dengan realitas teknologi

JAKARTA: Direktur Jenderal The World Intellectual Property Organization (WIPO), Francis Gurry, menegaskan bahwa hak cipta perlu berevolusi dengan realitas teknologi saat ini atau risiko menjadi tidak relevan.

Dia mengatakan hal itu saat berbicara pada konferensi yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Australia dari Universitas Teknologi Queensland (QUT) pada akhir bulan Februari 2011 tentang masa depan hak cipta.

Menurut dia, sebagaimana disampaiken melalui siaran pers WIPO, tidak ada "jawaban ajaib tunggal" bagi pengembangan respon kebijakan yang berhasil terhadap tantangan yang dihadapi hak cipta di era digital.

Namun, tegasnya, perlu kombinasi dari hukum, infrastruktur, perubahan budaya, kolaborasi kelembagaan dan model bisnis yang lebih baik.

Gurry mengatakan pertanyaan utama yang dihadapi evolusi kebijakan hak cipta adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara ketersediaan karya budaya dan harga yang terjangkau serta menjamin keberadaan ekonomi bermartabat bagi pencipta dan penyanyi.

Teknologi digital, menurut dia, memiliki dampak radikal pada keseimbangan itu. "Daripada menolaknya, kita perlu menerima keniscayaan perubahan teknologi,"katanya.

Dia mengemukakan bahwa dalam hal apapun, tidak ada pilihan lain, namun menyesuaikan sistem hak cipta untuk keuntungan alami yang telah berkembang atau akan binasa

Gurry berpendapat ada tiga prinsip utama yang harus mengarahkan pengembangan respon kebijakan yang berhasil. Pertama, adalah netralitas teknologi dan model bisnis yang dikembangkan sebagai tanggapan terhadap teknologi.

Kedua, kelengkapan dan koherensi dalam respons kebijakan. Gurry mengatakan bahwa prasarana adalah sama pentingnya bagian dari solusi sebagai hukum.

Ketiga, untuk jawaban sukses terhadap tantangan digital adalah kesederhanaan membutuhkan lebih banyak hak cipta. “Hak cipta rumit dan kompleks,”katanya. (soe)

5 Negara 'jawara' paten di dunia

JAKARTA: Amerika Serikat, Jepang dan Jerman selama ini sudah diakui kehebatannya oleh dunia di bidang teknologi baik dalam segi kualitas maupun kuantitas hasil temuan mereka.
Di samping tiga negara tersebut, dua negara Asia lainnya juga mulai menunjukan kehebatannya dalam hal penemuan baru di bidang teknologi yang dapat dipatenkan.
Kedua negara tersebut adalah China dan Korsel, sehingga kedua negara itu selama tahun 2010 masuk dalam lima besar negara pemohon terbanyak paten berdasarkan sistem Patent Cooperation Treaty (PCT) ke The World Intellectual Poperty Organization (WIPO).
Kehebatan lima negara tersebut di bidang temuan baru teknologi bisa dilihat dari jumlah permohonan paten yang diajukan melalui WIPO yang berbasis di Jenewa, Swiss
Menurut data WIPO, selama tahun 2010, Amerika Serikat mendaftarkan 44.855 paten ke WIPO, sedangkan Jepang mencatat sebanyak 32.156, diikuti oleh Jerman di posisi krtiga sebanyak 17.171.
Sedangkan permohonan paten secara internasional dari China ke WIPO mencapai 12.337, sedangkan Korea Selatan mencatatkan 9.686.
Direktur Jenderal WIPO, Francis Gury, dalam siaran pers belum lama ini, mengakui bahwa pertumbuhan tertinggi permohonan pendaftaran paten secara internasional datang dari Asia.
“Tingkat pertumbuhan yang cepat dari Asia Timur mencerminkan percepatan dalam diversifikasi geografis kegiatan inovatif,”katanya.
Pertumbuhahan permohonan paten dari China ke WIPO selama tahun lalu meningkat 56,2% dari 7.900 (2009) menjadi 12.337 tahun 2010, sedangkan dari Korea Selatan tumbuh 20,5% dari 8.035 (2009) menjadi 9.686 tahun 2010.
Meskipun pertumbuhan permohonan paten dari AS selama tahun 2010 turun 1,7% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2009). Namun, AS tetap menempati urutan paling atas dalam hal jumlah permohonan paten ke WIPO. (soe)

Minggu, 06 Maret 2011

Paten Indonesia ke WIPO melonjak

JAKARTA: Jumlah permohonan paten dari Indonesia melalui Patent Cooperation Treaty (PCT) ke The World Intellectial Property Organization melonjak lebih dari 100% pada tahun lalu.

Menurut data World Intellectual Property Organization (WIPO) yang dirilis pada pertengahan pekan lalu mencatat bahwa selama tahun 2010 permohonan pendaftaran paten dari Indonesia mencapai 15, sedangkan tahun sebelumnya hanya ada 7 permohoan.

Menurut Sudarmanto, ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelektual (Aspki), pertumbuhan tersebut cukup signifikan. “ini mengindikasikan bahwa inventor [penemu] dari Indonesia mulai melek teknologi dan mengerti arti perlindungan paten ,”ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Dia menyambut baik pertumbuhahan paten internasional yang didaftarkan di WIPO yang bemarkas di Jenewa, Swiss. “Ini bukti bahwa orang Indonesia mulai menyadari arti pentingnya sebuah perlindungan paten di tingkat internasional,”katanya.

Dulu, katanya, banyak peneliti hanya mengejar pangkat atau jabatan dengan melakukan banyak riset, tapi hasil penelitian mereka itu belum tentu bisa dipatenkan. “Paten berkaitan dengan temuan baru di bidang teknologi.”

Menurut Sudarmanto, kini sudah ada pergeseran pemikiran bahwa peneliti mulai mengutamakan nilai ekonomi dari paten itu. “Paten bisa menghasilkan banyak uang melalui royalty.”

Pencapaia paten oleh inventor Indonesia untuk didaftarkan ke WIPO, menurut dia, dari segi kuantitas memang terjadi lompatan luar biasa, namun belum tentu dari segi kualitasnya.

“Pemerintah hendaknya perlu memberikan insentif dan menciptakan iklim yang kondusif untuk mendorong nventor atau periset dalam menghasilkan paten bernilai ekonomi,”katanya.

Sudarmanto juga menyatakan kekagumannya terhadap apa yang dicapai oleh China dalam hal paten. “Dulu China itu menjiplak paten dari barat. Mereka terus melakukan inovasi terhadap paten barat yang masuk ke China, kemudian menghasilkan paten baru. Ini yang dinamakan creative imitatio. Jepang dulu juga melakukakan hal seperti itu,”ujarnya

Francis Gury, Direktur Jenderal WIPO dalam siaran pers belum lama ini, mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan permohonan paten yang cepat datang dari negara di Asia Timur.
“Hal itu mencerminkan percepatan dalam diversifikasi geografis kegiatan inovatif,”ujarnya.

Dia mengatakan bahwa peningkatan permohonan paten dari kawasan Asia Timur tersebut memiliki implikasi luas bagi kemakmuran rakyatnya.

WIPO telah merancang satu sistem pendaftaran paten secara internasional, yang dikenal dengan Patent Cooperation Treaty (PCT). PCT sudah diratifikasi oleh 142 negara anggota.

Dengan sistem tersebut, setiap negara anggota memiliki kemudahan untuk mendaftarkan paten dari negara asalnya secara internasional.

Indonesia meratifikasi PCT pada tahun 1997 melalui keputusan presiden. Hingga tahun 2009. Fasilitas PCT tersebut hanya terbatas bagi negara anggota.

PCT adalah suatu sistem global yang dirancang untuk memfasilitasi proses perolehan perlindungan paten di banyak negara.

Dengan hanya mengajukan satu permohonan perlindungan internasional paten melalui PCT, maka inventor (penemu) atau kalangan industri bisa mendapatkan perlindungan hukum atas patennya di banyak negara sesuai dengan keinginan pemohon dengan syarat negara itu harus anggota PCT. (soe/Artikel ini diterbitkan di Bisnis Indoensia,28 Februari 2011)

Sabtu, 05 Maret 2011

Pemerintah Indonesia akan ratifikasi Protokol Madrid

JAKARTA: Pemerintah Indonesia akan meratifikasi Protokol Madrid, sehingga memudahkan pengusaha mendaftarkan merek dagang/jasa secara internasional, kata seorang pejabat.
Menurut Yuslizar, direktur Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, mengemukakan bahwa ratifikasi tersebut kemungkinn baru dilakukan setelah adanya amendemen terhada Undagn Undagn Merek.
Yuslizar belum bisa memastikan kapan ratifikasi tersebut dilakuan, namun dia mengatakan bahwa ratifikasi itu kini masih dalam persiapan. "Begitu selesai amendemen Undang Undang Merek, maka langsung diratifikasi,"katanya.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sedang menyiapkan amendemen terhadap Undang Undang Merek . "Draf undang undang tersebut sudah selesai dan siap diserahkan ke DPR untuk dibahas,"katanya. (soe)