PINDAH KE

www.patenindonesia.com

Selasa, 24 Mei 2011

Universitas AS dominasi permohonan paten ke WIPO

JAKARTA: Bila kita bertanya universitas mana di dunia yang paling banyak mengajukan permohonan paten selama tahun 2010? Jawabannya adalah universitas di Amerika Serikat.
Jawaban itu berdasarkan atas hasil permohonan yang diajukan oleh sejumlah universitas di seluruh dunia ke WIPO di Jenewa, Swiss.
Menurut data yang dirilis oleh WIPO pada 9 Februari 2011, dari 50 besar universitas pemohon paten, 30 berasal dari universitas AS, Jepang (10 universitas), Korsel ada 5 universitas, sedangkan universitas dari negara di Asean tidak satupun yang berhasil masuk dalam 50 besar pemohon paten ke WIPO.
Salah satu universitas terkenal di Singapura yaitu National University of Singapore juga belum masuk dalam 50 besar unversitas pemohon paten ke WIPO.
Sekedar contoh saja, Universitas of California selama tahun 2010 mengajukan permohonan pendaftaran paten melalui WIPO sebanyak 306. Universitas Tokyo yang masuk dalam lima besar pemohon paten mengajukan permohonan pendaftaran sebanyak 105.
Banyaknya pengajuan permohona paten dari universitas tersebut mengindikasikan bahwa riset dan pengembangan di kampus tersebut sangat maju.
Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelektual (Aspeki), Sudarmanto, mengemukakan unggulnya universitas di negara maju dalam hal paten merupakan hal yang wajar. Banyak universitas di negara maju menjadi pusat riset untuk menghasilkan paten.
Universitas di dalam negeri, kata Sudarmanto, kini sudah mulai melek paten. “Beberapa universitas sudah memberikan insentif kepada periset untuk melakukan penelitian supaya menghasilkan paten. Ini merupkakan kebijakan yang sangat tepat,”kata Sudarmanto.
Aspeki adalah satu lembaga beranggotakan lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang) seluruh departemen dan sentra HaKI (hak atas kekayaan intelektual) yang tersebar di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Sudarmanto mengemukan bahwa setiap tahun satu perguruan tinggi bisa memberikan insentif untuk 10 penelitian yang berorientasi untuk menghasilkan paten. “Memang belum tentu semua hasil penelitian itu bisa didaftarkan sebagai paten, tapi itu sudah merupakan satu langkah maju,”katanya.
Menurut dia, problem yang dihadapi oleh peneliti individu saat ini adalah hasil peneltian mereka yang sudah dipatenkan tidak ada tarikan pasarnya. Artinya, paten itu belum diaplikasikan ke industri karena mereka tidak mengetahui ke mana paten itu dipasarkan.
Selain itu, dia juga mengharapkan supaya Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM supaya dapat mempercepat proses pemeriksaan permohonan paten dari universitas.
“Percepatan proses pemeriksaan itu diperlukan guna mendorong dan mendukung mereka untuk melakukakan riset-riset yang berorientasi pasar,”katanya.
Berikut 15 besar universitas pemohon paten di dunia melalui WIPO 2010:
The University of California, AS (306 permohonan),Massachusetts Institute of Technology, AS (145 permohonan),The University of Texas System, AS (115 permohonan),University of Florida, AS (107 permohonan, University of Tokyo, Jepang (105 permohonan), The Trustees of Columbia University, AS (91 permohonan, Harvard College, AS (91 permohonan),The John Hopkins University, AS (99 permohonan),SNU R&DB Foundation, Korsel (86 permohonan),Arizona Board of Regents, AS (80 permohonan), The University of Michigan, AS (79 permohonan),The University of Pennsylvania, AS (75 permohonan), Cornell University, AS (71 permohonan),Osaka University, Jepang (60 permohonan),University of Utah Research Foundation, AS (59 permohonan)

Senin, 23 Mei 2011

Sengketa nama domain cenderung meningkat di dunia

JAKARTA: Sengketa merek yang didaftarkan sebagai nama domain (domain name) oleh pihak yang tidak berhak atau tanpa izin dari pemilik merek cenderung meningkat di dunia.
Peningkatan perkara tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus yang masuk ke WIPO Arbitration and Mediation Centre (WIPO Centre), di Jenewa Swiss.
Menurut data yang dirilis oleh WIPO pada 31 Maret 2011, jumlah kasus yang diajukan oleh pemilik merek yang keberatan atas pendaftaran nama domain yang mirip atau memiliki persamaan dengan merek pemilik pada tahun 2010 mencapai 2.696 kasus.
Jumlah perkara tersebut meningkat sebesar 28% bila dibandingkan dengan perkara yang masuk ke WIPO Centre pada tahun 2009, yang hanya mencapai 2.107.
Perkara tersebut datang dari seluruh dunia. Pada waktu mula lembaga tersebut dibentuk pada tahun 2000, hanya tercatat 1.857 kasus yang masuk ke WIPO Centre, setahun kemudian turun menjadi menjadi 1.557.
Pada tahun 2002, perkara turun lagi menjadi 1.207. pada tahun 2003 tercatat 1.100, tahun 2004 (1.176), tahun 2005 (1.156), tahun 2006 (1.824), 2007 (2.156), tahun 2008 (2.329), tahun 2009 (2.107), sedangkan tahun 2010 naik lagi menjadi 2.696 perkara.
WIPO telah membentuk satu mekanisme penyelesaian yang seragam atas penyalahgunaan pendaftaran merek dagang atau merek jasa yang didaftarkan sebagai nama domain tanpa izin dari pemilik merek. Penyelesaian sengketa semacam itu ditangani badan WIPO Arbitration and Media Centre (WIPO Centre).
Mekanisme itu mendapat persetujuan dari Internet Corporation for Assignment names and Number (ICANN) pada 26 Agustus 1999 dan mulai berlaku efektif 1 Desember 1999.
Menurut data WIPO, kasus-kasus yang diajukan ke WIPO Centre diputus oleh 327 panelis yang berasal dari 57 negara.
Cyberquatter adalah orang yang mendaftarkan nama domain yang mirip atau sama dengan merek orang lain tanpa izin dari pemilik merek.
Banyak perusahaan ternama dan artis terkenal di dunia yang pernah berperkara dengan para cyberquatter. Sekedar contoh adalah artis ternama Julia Robert, Tom Cruise, begitu juga dengan perusahaan terkenal seperti Research in Motion Limited dan Apple Inc dan lain-lain.
Julia Robert termasuk artis yang paling awal memperkarakan pendaftaran nama domain yang menggunakan namanya pada tahun 2000. Orang yang mendaftarkkan nama Julia Roberts sebagai nama domain adalah Russel Boyd. Boyd mendaftarkan juliaroberts.com pada 9 November 1998.
Artis Hollywood tersebut tidak dapat meenerima namanya didaftarkan sebagai nama domain oleh pihak lain, apalagi pendaftaran itu tanpa izin.
Julia Robert berargumen bahwa pendaftaran nama domain yang menggunakan namanya didasarkan atas dasar itikad tidak baik.
Julia Robert pun mengambil tindakan hukum dengan cara mengajukan gugatan melalui WIPO Arbitration dan Meditioan Center pada 25 Maret 2000.
Dasar gugatan Julia Robert adalah pendaftaran nama domain juliaroberts.com oleh Russel Boyd itu atas dasar itikad tidak baik dan dilakukan oleh orang yang tidak berhak karena nama domain tersebut sama dengan nama Julia Robert.
WIPO Centre kemudian membentuk panel yang beranggotakan tiga orang. Mereka adalah Richard W Page, Sallym Abel dan James Bridgemann.
Panelis juga memberikan kesempatan kepada tergugat untuk melakukan bela diri atas tuduhan penggugat. Namun, akhirnya pada 29 Mei 2000 panelis memutuskan bahwa nama domain juliaroberts.com harus dialihkan kepada Julia Roberts. Artinya, artis Julia Robert menang dala perkara itu.
Banyak kasus lain yang berkaitan dengan sengketa nama domain. Pada tahun 2011, Apple Inc. terpaksa menggugat Tarik Toluney karena dia telah mendaftarkan nama domain yang mirip dengan nama Apple yaitu appleosxlion.com.
Setelah WIPO Centre menerima pengaduan, kemudian membentuk panel untuk memeriksa perkara itu. Panelis akhirnya memutuskan bahwa nama domain tersebut harus dialihkan ke Apple Inc.
Begitu juga dengan kasus yang dialami oleh Research in Motion Limited (RIM).
RIM pada tahun 2011 juga mengambil langkah hukum terhadap Domain Administratur dari China karena mendaftarkan nama domain blackberrybridge.com.
Selain itu, pada tahun 2011 ini juga ada gugatan dari Hermes International, perusahaan Perancis terhadap YuanYuan/Deng Yuan (China) karena mendaftarkan nama domain hermescopy.com. Semua penggugat dalam kasus tersebut berhasil memenangkan perkara mereka.
Sistem penyelesaian sengketa melalui WIPO Centre adalah dengan membentuk sebuah panel beranggotakan satu atau tiga orang ahli yang diangkat oleh WIPO Arbitration and Media Centre.
Dengan sistem itu, biaya penyelesaian sengketa relatif lebih murah dan cepat.
Waktu penyelesaian perkara nama domain melalui WIPO Centre sekitar 3 bulan, sedangkan biayanya, menurut data WIPO berkisar US$1.500-US$2.000 apabila menggunakan panelis tunggal, sedangkan bila menggunakan tiga panelis, maka fee-nya berkisar US$4.000-US$5.000. (soe)

Kamis, 19 Mei 2011

UKM, PT dan SMK dapat insentif biaya pendaftaran HaKI

JAKARTA: Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM menyiapkan insentif biaya pendaftaran hak kekayaan intelektual (HaKI) milik Usaha Kecil Menengah, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan pergururn tinggi (PT).
Menurut Yuslisarningsih, Direktur Merek, Ditien Hak Kekayaan Intlektual, insentif tersebut dialokasikan mulai tahun ini. “Insya Allah nanti setiap tahun Ditjen Hak Kekayaan intelektual akan mengalokasikan dana insentif biaya pendaftaran HaKI milik UKM, sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi,”katanya.
Yuslisar menjelaskan bahwa tidak semua biaya pendaftaran HaKI milik UKM dan perguruan diberi insentif. ‘”Kita nanti akan seleksi mana yang pantas mendapat insentif, harus ada kriterianya,” katanya.
Kriteria bagi UKM, sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi yang layak mendapat insentif pendaftaran HaKI, jelasnya masih dibahas.“Harus ada kriterianya, jangan sampai nanti ngaku-ngaku UKM untuk mendapatkan insentif biaya pendaftaran HaKI,”ujarnya.
Insentif tersebut, jelasnya, bertujuan untuk membantu sektor UKM, sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi supaya tidak membebankan mereka dalam biaya pendaftaran HaKI.
Menurut data Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, jumlah permohonan pendaftaran merek sejak tahun 2009 cenderung meningkat.
Pada tahun 2009, jumlah permohonan pendaftaran merek mencapai 56.291, setahun kemudian (2010) meningkat menjadi 60.186, sedangkan selama tiga bulan tahun 2011 ini sudah mencapai 15.684.
Permohonan pendaftaran paten pada tahun 2009 tercatat 4.803, sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 5.652. Selama tiga bulan tahun ini saja sudah tercatat sebanyak 1.410 permohonan, akan tetapi dari semua jumlah permohonan tersebut tidak dirinci berapa permohonan dari sektor UKM
Sementara itu jumlah permohonan pendaftaran desain industri sektor UKM selama tahun 2010 mencapai 31, sedangkan selama tiga bulan tahun ini hanya ada 2 permohonan pendaftaran desain industri yang berasal dari sektor UKM.
Sementara itu Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola hak kekayaan intelektual (Aspeki), mengemukan sah-sah saja insentif untuk biaya pendaftaran HaKI bagi UKM, sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi.
Sekrang, jelasnya, juga ada diskon sebesar 50% bagi UKM untuk mendaftarkan HaKI. “Itu diatur dalam PP, yang intinya menyebutkan pendaftaran HaKI milik UKM mendapatkan keringanan biaya 50%,”ujarnya.
Sudarmanto menjelaskan bahwa persoalan yang dihadapi oleh UKM saat ini adalah soal kurangnya kepedulian dan pemahaman mereka akan pentingnya HaKI.
“Para UKM itu baru peduli setelah hak mereka seperti hak cipta, paten, merek atau desain industri menjadi perkara. Selain itu, proses untuk mendapatkan sertifikat HaKI juga lama, “katanya.

Selasa, 17 Mei 2011

Ikan bilih Singkarak bisa didaftarkan ke Ditjen HaKI

JAKARTA: Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM mengemukakan bahwa produk ikan bilih Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat memenuhi syarat sebagai produk indikai geografis.
Menurut Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, pihaknya sudah melakukan survai ke Danau Singkarak sejak lima bulan lalu.
Survai tersebut, kata Saky, tidak saja dilakukan terhadap ikan bilih Danau Singkarak, tapi juga ikan di Danau Maninjau. “Produk ikan bilih Danau Singkarak memenuhi syarat sebagai produk indikasi geografis, sehingga layak didaftarkan ke Ditjen Hak Kekayaan Intlektual,”katanya.
Menurut dia, Pemda setempat sangat merespon dan menyiapkan persyaratan sebelum didaftarkan ke Ditjen HaKI. “Pemda cukup respon dan mereka sangat ingin sekali mendaftarkan ikan bilih Danau Singkarak tersebut,”katanya.
Secara resmi, katanya, Pemda setempat belum lagi mendaftarkan produk ikan bilih. Mereka masih dalam persiapan persyaratan seperti pembuatan buku persyaratan dan pembentukan organisasinya.
Ikan bilih hidup di Danau Singkarak. Ikan itu merupakan species yang langka. Danau Singkarak terletak di dua kabupaten Provinsi Sumatera Barat yaitu Kabupaten Solok dan Kebupaten Tanah Datar.
Luas permukaan air Danau Singkarak mencapai 11.200 hektar dengan panjang maksimum 20 kilometer dan lebar 6,5 kilometer dan kedalaman 268 meter.
Danau itu terluas ke dua di Pulau Sumatera setelah Danau Toba di Sumatera Utara.
Saky, mengemukakan bahwa pihak Ditjen Hak Kekayaan Intelektual kini terus melakukan sosialsiasi kepada pemda yang memiliki potensi penghasil produk indikasi geografis, tidak saja produk perkebunan, tapi juga produk perikanan. “Potensi kita sangat besar, tinggal kemauan dari Pemda untuk mendaftarkannya,”katanya.
Dia mengungkapkan bahwa sejak pemerintah mulai menerima pendaftaan produk indikasi geografis pada September 2007 hingga kini sudah ada tujuh sertifikat indikasi geografis asal dalam negeri yang diterbitkan.
Produk tersebut adalah Kopi Gayo (Nanggroe Aceh Darussalam), lada putih Muntok (Bangka), ukir Jepara (Jawa Tengah), Kopi Arabika Kintamani (Bali), Tembakau Mole dan Tembakau Hitam dari Sumedang, Jawa Barat.
“Tembakau Mole dan Tembakau Hitam Sumedang baru saja menerima sertifikat indikasi geografis dari pemerintah,”katanya.
Pada 2009, hanya ada satu sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah yaitu untuk produk indikasi geografis kopi Arabika Kintamani Bali.
Tahun 2010 memiliki catatan tersendiri bagi Ditjen Hak Kekayaan Intelektual karena selama tahun 2010 berhasil menerbitkan empat sertifikat produk indikasi geogrfis, sedangkan sampai Mei tahun 2011 baru ada dua sertifikat yaitu Tembakau Mole dan Tembakau Hitam Sumedang, Jawa Barat.
Saky mengakui bahwa permohonan pendaftaan indikasi geografis dari dalam negeri hingga kini masih sedikit. Padahal, tegas Saky, potensi yang dimiliki oleh Indonesia sangat besar.
”Banyak komoditas perkebunan dan pertanian Indonesia yang memiliki potensi didaftarkan sebagai produk indikasi geografis,” katanya.
Menurut Saky, tidak saja produk perkebunan yang bisa didaftarkan, tapi juga produk hasil kerajinan dan perikanan. “Bandeng asap Sidoarjo juga sudah didaftarkan, tapi masih dalam proses,”katanya.
Dia mengakui masih banyak masyarakat kurang paham tentang manfaat pendaftaran indikasi geografis. ”Pendaftaran produk itu akan memberikan nilai tambah dan keuntungan kepada para stake holders yang terlibat seperti petani dan eksportir.”
Selain itu, katanya, pendaftaran produk berindikasi geografis itu juga merupakan bagian dari strategi marketing, sehingga produknya bisa lebih mahal dari produk sejenis.
Yang lebih penting, ujarnya, bila produk sudah terdaftar, tidak boleh sembarang orang menempelkan label pada produk itu.
Konsumen, menurut dia, bersedia membeli harga komoditas bersertifikat indikasi geografis lebih mahal karena sudah ada standar kualitas dan keunikan dari produk itu sendiri. (soe)

Minggu, 08 Mei 2011

Negara-negara tujuan pendaftaran merek di dunia

JAKARTA: China kini sudah menjadi tujuan bagi pengusaha di seluruh dunia untuk mendaftarkan merek dagang/jasa mereka.
Pilihan China sebagai prioritas utama mendaftarkan merek antara lain didasarkan atas perkembangan dan potensi pasarnya yang sangat besar.
Menurut data yang dirilis oleh World Intellectual Property Organization (WIPO)pada 4 April 2011, selama tahun 2010, organisasi hak kekayaan intelektual sedunia itu menerima permohonan pendaftaran merek secara internasional berdasarkan Madrid System sebanyak 39.687, sedangkan tahun 2009 hanya ada 35.195.
Menurut data WIPO, Jerman menempati posisi paling atas dari segi jumlah permohonan pendaftaran merek yaitu sebanyak 5,006 atau mewakili 12,6% dari total pendaftaran.
Negara di Eropa tercatat sebagia ranking kedua dengan jumlah permohonan 4.707 atau meningkat 26,9% bila dibandingkan tahun 2009, sedangkan permohonan pendaftaran dari Amerika Serikat berada di posisi ketiga dengan permohonan 4.147 atau 10,4% dari total pendaftaran.
Jumlah pendaftaran merek ke WIPO sebanyak 39.687 itu berasal dari 85 negara anggota yang sudah meratifikasi konvensi Protokol Madrid.
Indonesia hingga kini belum lagi meratifikasi konvensi tersebtu, sehingga bila ada perusahaan asal Indonesia yang ingin menggunakan fasilitas pendaftaran merek secara internasional melalui WIPO tersebut belum bisa dilaksanakan.
Bila ada perushaan Indonesia ingin medaftarkan merek dagang/merek jasa mereka ke luar negeri, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan langsung ke masing-masing negara yang dituju.
Dari jumlah permohanan pendaftan merek sebanyak 39.687 tersebut, sebanyak 16.143 pemohonan atau 5,4% menunjuk negara China sebagai tujuan pendaftaran pertama, diikuti Eropa (14.604), Amerika Serikat (15.252), Rusia (14.252), Swiss (12.469), Jepang (11.124), Jepang (11.124), Australia (9.222), Korea Selatan (8.336), Ukrania (8.288) dan Turki (8.210).
Tingginya minat perusahaan mendaftarkan merek mereka di China menunjukan bahwa banyak pengusaha di dunia ingin menjalankan bisnis di China, sehingga sebelum memasuki negara tersebut, mereka memlih lebih dahulu mendaftarkan merek dagang/jasa mereka untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Selain China, negara di kawasan Asia yang menjadi tujuan pendaftaran merek adalah Jepang dan Korea Selatan dan Singapura.

Rabu, 04 Mei 2011

Lagi, Indonesia masuk priority watch list

JAKARTA: United States Trade Representative menempatkan kembali Indonesia dalam daftar negara pelanggar berat hak cipta atau priority watch list pada tahun 2011.
Menurut siaran pers USTR yang dirilis pada 2 Mei 2011, Indonesia berada dalam daftar itu bersama 11 negara lainnya. Mereka adalah China, Russia, Aljazair, Argentina, Kanada, Chile, India, Indonesia, Israel, Pakistan, Thailand, dan Venezuela.
Penempatan negara dalam daftar tersebut didasarkan evaluasi yang dilakukan oleh USTR, sehingga mereka sampai pada satu kesimpulan bahwa Indonesia begitu juga dengan negara yang masuk dalam daftar priority watch list dinilainya belum lagi memberikan perlindungan yang memadai terhadap hasil karya cipta milik pengusaha AS.
Menurut siaran pers tersebut, USTR melakukan review terhadap 77 negara mitra dagangnya di seluruh dunia. Dari jumlah itu sebanyak 42 negara masuk dalam daftar negara yang perlu diawasi oleh pemerintah AS terkait dengan perlindungan dan penegakan hukum hak citpa.
Dalam daftar priority watch list tahun 2011 ada 12 negara yaitu China, Russia, Aljazair, Argentina, Kanada, Chile, India, Indonesia, Israel, Pakistan, Thailand, and Venezuela.
Sedangkan yang masuk dalam watch list adalah Belarus, Bolivia, Brazil, Brunei Darussalam, Kolombia, Kostarica, Dominika, Ekuador, Mesir, Finlandia, Yunani, Guatemala, Itali, Jamaica, Kuwait, Lebanon, Malaysia, Meksiko, Norwegia, Peru, Filipina, Rumania, Spanyol, Tajikistan, Turki, Turkmenistan, Ukrania, Uzbekistan, Vietnam.
Di antara negara Asean, hanya dua negara yang masuk dalam priority watch list yaitu Indonesia dan Thailand, sedangkan Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, Filipina masuk dalam watch list.
Level priority watch list tersebut mengindikasikan tingkat pelanggaran hak cipta masih tinggi di negara tersebut, sehingga perlu mendapat prioritas untuk pengawasan.
Melihat daftar yang disusun oleh USTR tersebut, terlihat bahwa posisi Malaysia, Filipina, Vietnam dan Brunei Darussalam lebih baik dari Indonesia.
USTR setiap tahun, biasanya akhir April, menerbitkan daftar negara berkaitan dengan kepatuhan negara mitra dalam memberikan perlindungan dan menegakkan hukum di bidang hak kekayaan intelektual..
Ada tiga tingkatan daftar USTR. Level pertama, adalah priority foreign country. Negara yang masuk dalam list priority foreign country menunjukkan masalah tingkat pembajakan hak cipta sangat serius, sehingga bisa terkena sanksi perdagangan.
Level kedua priority watch list. Negara yang masuk dalam daftar ini menunjukkan tingkat pembajakan hak cipta masih tinggi, sehingga perlu mendapat pengawasan khusus oleh AS.
Level ketiga watch list. Negara yang masuk dalam daftar ini masih melakukan pelanggaran dan pembajakan hak cipta, tapi relatif lebih ringan dibanding priority watch list, sehingga negara yang masuk dalam daftar ini cukup diawasi saja.
Sementara itu Corrie Naryati, Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Rahasia daggn Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM merasa kaget Indonesia masuk lagi dalam priority watch list.
“Saya kecewa, kalau benar Indonesia dimasukkan dalam priority watch list. Saya sendiri belum baca, tapi kalau benar begitu, saya kecewa,”kata Corrie.
Menurut dia, pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai upaya semaksimal mungkin untuk menegakkan dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak cipta.
Pada hari peringatan hari HaKI sedunia belum lama ini, kata Corie, Indonesia jug sudah melakukan banyak rangkaian kegiatan berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. “Ini kan bukti bahwa Indonesia komit dan konsisten dalam bidang HaKI,”katanya.
Dia juga mempertanyakan kriteria yang ditetapkan oleh USTR untuk menempatkan Indonesia dalam prioritity watch list. “Pemerintah sudah maksimal dan berkoordinasi dengan penegak hukum untuk memberikan perlindungan dan penegakan hukum yang memadai, bahkan pemerintah Indonesia sudah memliki Timnas di bidang HaKI. Ini bentuk komitmen Indonesia,”ujarnya.
Sementara itu Justisiari P Kusmah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) berpendapat bahwa implikasi dari priority watch list adalah ke masalah bisnis.
Dengan priority watch list, jelas Justi, pemerintah Amerika Serikat memberi cap kepada Indonesia bahwa tingkat pelanggarah hak kekayaan intelektual cukup tinggi.
“Anda [investor AS] silakan investasi di Indonesia, tapi risikonya adalah pembajakan terhadap produk di pasar,”katanya.
Bagi Indonesia, jelasnya, sangat penting untuk memperbaiki level tersebut atau keluar dari daftar itu, mengingat dengan level itu membentuk citra Indonesia di mata investor asing buruk.
Dari sisi regulasi, kata Justi, yang juga praktisi hukum di bidang hak kekayaan intelektual, Indonesia sudah bagus, tidak buruk amat. Akan tetapi penegakan hukumnya yang masih perlu diperbaiki..
“Penegakan hukum di bidang HaKI jangan secara partial, tapi harus ada political will dari pemerintah. Pada waktu peringatan hari HaKI sedunia belum lama ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyatakan berantas pembajakan. Ini kan bentuk political will pemerintah sudah jelas, tinggal pelaksaannya di lapangan,”ujarnya.

Selasa, 03 Mei 2011

Perubahan delik di UU Hak Cipta dinilai langkah mundur

JAKARTA: Perubahan delik dalam revisi Undang Undang Hak Cipta berdampak pada kemunduran penegakan hukum di bidang hak cipta, sehingga dinilai tidak efektif dalam upaya pemerintah memberantas pembajakan.
Menurut Henry Sulistyo Budi, pakar di bidang hak atas kekayaan intelektual, penegakan hukum di bidang hak cipta akan menjadi mahal bila menggunakan delik aduan.
Dia memberi contoh, seorang pemilik hak cipta yang ingin menegakan atas pelanggaran haknya di beberapa kota besar seperti Medan, Bandung, Surabaya dan Makassar, maka mereka harus membuat laporan ke kota tersebut.
“Ini kan biaya tinggi bagi pencipta. Biaya perjalanan yang dikeluarkan untuk membuat laporan itu akan terasa berat, sehingga mereka lebih memilih mendiamkan saja pelanggaran atas hak ciptanya,”ujarnya pada acara diskusi bertajuk Ketiak harus memilih, asli vs palsu bajakan di Hotel Sahid Jakarta pada 28 April 2011.
Acara tersebut diselenggarakan oleh Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual ebkerja sama dengan Ditjen hak Kekayaan intlektual, Kementerian Hukum dan HAM dalam rangka peringatan hari HaKI sedunia.
Bila banyak pemilik hak cipta berpikiran seperti itu, jelasnya, maka pembajakan atas karya cipta akan semakin merajalela.
“Upaya pemerintah untuk memberantas kejahatan di bidang cipta tidak akan efektif dan Indonesia akan terus dicap sebagai salah satu negara pelanggar berat hak cipta di dunia. Ini merupakan langkah mundur di bidang penegakan hak citpa di dalam negeri,”ujarnya.
Henry mengemukakan bahwa bagi pengusaha besar mungkin tidak masalalah membuat laporan pelanggaran hak citpa di beberapa kota besar karena mereka punya uang untuk itu.
Akan tetapi, ujarnya, bagaimana dengan pemilik atau pencipta pemula yang kurang memiliki dana.
“Bayangkan saja seorang pencipta tinggal di Jakarta, misalnya ingin membuat laporan pelanggaran hak cipta di Medan atau Makasar. Mereka kan harus mengeluarkan biaya perjalanan dan lainnya. Itupun tidak cukup sekali datang, tapi bisa sampai lima kali datang,”katanya.
Pemerintah kini melakukan revisi terhadap Undang Undang Hak Cipta (UU No.10/2002). Amendemen UU itu sudah masuk dalam Prolegnas (program legislasi nasional), namun belum tahu kapan dibahas di DPR.
UU Hak Cipt sekarang menggunakan delik biasa. Artinya, tanpa ada pengaduan dari pemilik atau pemegang hak cipta, polisi dapat melakukan penindakan.
Akan tetapi dengan perubahan delik dari biasa menjadi aduan , maka polisi tidak dapat bertindak tanpa adanya laporan atau pengaduan dari pemilik atau pemegang hak cipta. “Meskipun di depan mata polisi sendiri sudah jelas-jelas ada barang bajakan, tapi mereka tidak akan berbuat apa-apa bila tidak ada laporan,”kata Henry.
Sementara itu Justisiari Perdana Kusumah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), mengatakan sulit untuk menentukan sikap organisasi dalam rencana pemerintah untuk melakukan perubahan delik dari biasa menjadi aduan.

“Baik delik aduan maupun delik biasa sama-sama ada sisi positif dan negatifnya. Secara organisasi [AKHKI] saya belum bisa bersikap, tapi secara pendangan pribadi saya setuju dengan delik aduan itu,” katanya disela-sela acara tersebut.
Sisi positif delik biasa, ujarnya, polisi bisa langsung bergerak melakukan penindakan terhadap pelanggaran hak cipta tanpa menunggu laporan.
Akan tetapi, ujar Justi, yang juga seorang praktisi hukum di bidang HaKI, sisi negatifnya adalah sistem tersebut bisa dimanfaatkan oleh oknum untuk kepentingan sendiri.
Justi mengemukakakan bahwa sisi postif dari delik adaun adalah bahwa sipemilik atau pemegang hak cipta memiliki pengawasan penuh terhadap laporannya kepada polisi. ‘Pemilik hak cipta bisa memantau sejauh mana penindakan terhadap laporannya,”katanya.
Sisi negattif delik aduan, menurut dia, biaya memang menjadi mahal karena pemilik atau pemegang hak cipta harus membuat laporan di kota-kota di mana ada pelanggaran.
“Bayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan bila seorang pencipta membuat laporan pelanggaran hak cipta di lima kota di Indonesia,”katanya.