PINDAH KE

www.patenindonesia.com

Rabu, 27 April 2011

Presiden SBY: Indonesia junjung tinggi HaKI

JAKARTA: Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa pemerintah Indoensia menjunjung tinggi dan melindungi hak kekayaan intelektual.
Penegasan itu disampaikan oleh Presiden pada acara peresmian pembukaan Konvensi nasional hak kekayaan intelektual dalam rangka peringatan ke-11 hari hak kekayaan intelektual (HaKI) sedunia di Istana Negara, Jakarta pada 26 April.
Menuru Presiden, HaKI memiliki peranan penting dalam pembangunan. “Bangsa akan maju bila etos kerjanya tinggi. Patut pekerja keras dapat penghargaan atas hasil karyanya,”katanya.
Presiden mengatakan pemerintah akan terus mendorong Indonesia supaya memiliki daya saing yang tinggi dengan cara berkomitmen untuk memproteksi kepemilikan hak atas kekayaan intelektual (HaKI).
“Kalau kita makin menghormati, mengakui, dan memproteksi hak kepemilikan intelektual, maka daya saing kita makin tinggi,” kata Presiden.
Berkaitatan dengan peringatan ke-11 hari HaKI sedunia, pemerintah memberikan sejumlah penghargaan nasional kepada beberapa pencipta, inovator, media cetak dan program televisi.
Surat kabar Bisnis Indonesia mendapat penghargaan nasional HaKI tahun 2011 untuk media cetak yang dipandang berperan dalam memajukan HaKI.
Penghargaan lainnya diberikan kepada Wage Rudolf Supratman (pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya), Ismail Marzuki (pencipta lagu perjuangan yang monumental), Grup Bimbo dan Taufik Ismail (insan seni yang dinilai kreatif serta lagu dan puisinya tidak lekang oleh waktu).
Selain itu, penghargaan diberikan pada Fahma Waluya Osmansyah dan Hania Pracika Rosmansyah (inventor usia beia), Tien R. Muchtadi (tokoh akademik), Roosseno Soerjohadikoesoemo (tokoh inventor luar biasa).
Penerima penghargaan berikutnya adalah Bustaman (pemilik HaKI yang dinilai sukses lewat restoran Sederhana), Bupati Sumedang untuk tembakau Molle Sumedang, Trans TV (TV yang memiliki program tayangan memberi informasi tentang pelanggaran HaKI), Senayan City (mal bersih dari pelanggaran merek).
Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, pada acara yang sama mengatakan penghargaan tersebut sebagai wujud apresiasi dan proses pendidikan terhadap anak bangsa kita yang memiliki karya yang sangat luar biasa.
Dia menambahkan bahwa dengan dibukanya konvensi nasional HaKI oleh presiden menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan penegakan hukum HaKI di dalam negeri. “Investor diharapkan tidak perlu lagi ragu menanamkan investasi mereka di bidang HaKI,”katanya.
Kemenkumham, ujarnya, juga akan memberikan insentif pendaftaran HaKI secara gratis kepada pemohon dari kalangan sekolah, perguruan tinggi usaha mikro dan kecil. “Ini bentuk insentif yang dberikan oleh pemerintah dalam rangka peringatan hari HaKI sedunia,”katanya.
Selain itu, katanya, Kemenkum HAM berjanji akan menyelesaikan tunggakan permohonan pendaftaran HaKI supaya jangan sampai berlarut-larut.
Justisiari Perdana Kusumah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) setuju dengan kebijakan pemerintah melalui crash program untuk menyelesaikan tunggakan pendaftaran, khususnya merek.
Justi mengerti dan memahamai adanya tunggakan penyelesaian pendaftaran merek, menginat begitu banyak permohonan yang masuk setiap tahun.
UU Merek, kata praktisi hukum itu, mengatur proses pendaftaran merek berlangsung antara 14-16 bulan, tapi kenyataannya molor sampai 24 bulan. “Kami memkalumi molornya penyelesaian itu, mengingat pendaftaran merek cukup tinggi,”ujarnya.
Dia menyarankan kepada pemerintah, khsususnya Ditjen Hak Kekayaan Intelektual supaya mencari solusi penyelesaian pendaftaran merek, tidak harus dengan crash program.
“Perlu dicari akar permasalahannya. Bila keterlambatan itu disebabkan oleh karena kurangnya tenaga pemeriksa merek, maka sumber daya manusianya perlu ditambah,”ujarnya.
Menurut data Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, jumlah permohonan pendafatran merek dari tahun ke tahun cenderung naik. Pada 2010 tercatat 60.186 permohonan, sedangkan tahun 2009 hanya 56.219 permohonan. (soe)

RI diajak teken perjanjian Lisabon

JAKARTA: WIPO mengajak pemerintah Indonesia untuk menandatangani perjanjian Lisabon dalam rangka perlindungan produk indikasi geografis.
Violeta Jalba, seksi hukum Desain industri dan indikasi geografis World Intellectual Property Orgnization (WIPO) mengemukakan sudah ada pembicaraan awal dengan pemerintah Indonesia untuk penandatanganan perjanjiaian Lisabon tersebut.
Akan tetapi, dia tidak menjelaskan sejauh mana pembicaraan tersebut. “Sudah ada pembicaraan internal dengan pemerintah Indonesia soal kemungkinan Indonesia menandatangani perjanjian Lisabon tersebut,”katanya pada acara konvensi Forum Internasional tentang perlindungan indikasi geografis, di Hotel Borobudur, Jakarta pada 28 April 2011.
Perjanjian Lisabon saat ini diteken oleh 27 negara, enam berasal dari Amerika, enam dari Afrika, empat dari Asia dan 11 negara dari Eropa. Perjanjian itu berkaitan dengan pendaftaran perlindungan indikasi geografis secara internasional.
Sementara itu Yuslisar Ningsih, Direktur Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, yang membawahi indikasi geografis membenarkan sudah ada pembicaraan awal soal kemungkinan Indonesia menandatangani perjanjian Lisabon.
“Sudah ada tim untuk mengkaji kemungkinan meneken perjanjian Lisabon, tapi masih jauh lah. Kita juga belum bicara untung ruginya ikut perjanjian Lisabon,”katanya di sela-sela seminar tersebut, kemarnin.
WIPO telah merancng sistem Lisabon yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Lisabon. Pendaftaran tersebut untuk memberikan perlindungan secara internasional terhadap produk indikasi geografis.
Sistem itu menggunkan pendaftaran tunggal yang ditujukan melalui biro internasional WIPO di Jenewa, Swiss.
Produk pertanian dan produk manufaktur lainnya bisa didaftarkan sebagai indikasi geografis asalkan memenuhi persyaratan antara lain produk itu harus memiliki ciri khas dan atau kualitas tertentu yang hanya ada di suatu daerah tertentu.
Sementara itu Denis Sautier, ekonom dari CIRAD Perancis menyorot pentingnya indikasi geografis sebagai sarana pemasaran untuk ekspor dan domestik.
Menurut dia, indikasi geografis merupakan aset, sehingga perlu dilindungi. “Perlindungan produk indikasi geografis berdampak kepada peningkatan volume ekspor maupun peningkatan harga produk,"katanya.
Dia memberi contoh produk indikasi geografis Shaoxing dari China. “Setelah adanya perlindungan indikasi geografis, maka ekspor produk tersebut ke Jepang meningkat sedikitnya 14%, sedangkan harganya naik 20%,"ujarnya.

Minggu, 17 April 2011

Forum nasional Indikasi Geografis digelar 27 April

JAKARTA: Sebanyak 200 peserta berasal dari pejabat pemerintah daerah di seluruh Indonesia, instansi terkait, asosiasi dan praktisi diperkirakan menghadiriri forum nasional Perlindungan Indikasi Geografis (IG) pada 27 April 2011 di Hotel Borobudur, Jakarta.
Menurut undangan, forum tersebut berutujan untuk lebih mengoptimalkan keberadaan sistem pendaftaran dan perlindungan indikasi geografis di dalam negeri.
Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, baru mulai menerima permohonan pendaftaran indikasi geografis sejak September 2007. Pendaftar pertama dari dalam negeri adalah Kopi Kintamani, Bali.
Hingga kini pemerintah sudah menerbitkan empat sertifikat produk indikasi geografis. Keempat produk tersebut adalah Kopi Kintamani (Bali), Kopi Gayo (Nanggroe Aceh Darussalam), Mebel ukir Jepara (Jawa Tengah) dan Lada Putih Muntok (Bangka).
Indikasi geografis merupakan suatu tanda menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, manusianya atau kombinasi dari keduanya memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan tersebut.
Para pakar di bidang indikasi geografis akan menyampaikan makalah mereka pada forum nasional tersebut. Para pembicara berasal dari WIPO, CIRAD, Australia, sedangkan dari dalam negeri antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pembicara dari The World Intelelctual Property Organization (WIPO) akan membicarakan isu terkini perkembangan indikasi geografis.
Sedangkan pembicara dari Centre de Cooperation Internationale en Recherche Agronomigue pour le Development/CIRAD (Prancis) akan mengupas pengalaman dari berbagai negara tentang pentingngya indikasi geografis sebagai alat pemasaran.
Pembicara dari Australia akan mengupas pengalaman Australia dalam praktek perlindungan indikasi geografis di negaranya.
Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM pernah mengatakan bahwa Indonesia memiliki banyak produk perkebunan dan hasil kerajinan yang memiliki cirikhas dan karakteristik khusus yang tersebar di bebabagai daerah seluruh wilayah Indonesia.
Produk tersebut, menurut Saky, belum tergarap dengan baik, sehingga banyak daerah belum mendaftarkannya.
Saky mengatakan banyak faktor penyebab daerah belum mendaftarkan produk berindikasi geografis, misalnya daerah tidak mengetahui adanya pendafataran indikasi geografis.
Selain itu, sosialisasi masih kurang dan belum menjangkau seluruh daerah potensi penghasil produk indikasi geografis.
Mereka juga mungkin bertanya untuk apa pentingnya dan arti pendaftaran bagi mereka. Indonesia masih tertinggal bila dibandingakn dengan Malaysia yang sudah menerbitkan banyak seritifkat produk indikasi geografis, begitu juga dengan India.
Menurut data India Intellectual Property Office, sejak 2003 hingga akhir tahun 2009, negara tersebut sudah memiliki sebanyak 45 produk indikasi geografis terdaftar seperti basmati (beras).
Sedangkan di Malaysia, menurut Malaysia Intellectual Property Office, sejak 2003, negara tetangga tersebut sudah memiliki sembilan produk indikasi geografis yang terdaftar.
Menurut Saky, pendaftaran produk indikasi geografis akan memberikan nilai tambah dan keuntungan kepada para stake holders yang terlibat seperti petani dan eksportir.
Selain itu, katanya, pendaftaran produk berindikasi geografis itu juga merupakan bagian dari strategi marketing, sehingga produknya bisa lebih mahal dari produk sejenis. (soe)